BLORA, Harianmuria.com – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Blora kembali melonjak hingga mencapai 90 kasus per April 2025. Lonjakan ini dipicu oleh cuaca ekstrem yang disebut sebagai kemarau basah, di mana hujan masih kerap turun di musim kemarau.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Blora, Prih Hartanto, menjelaskan bahwa peningkatan kasus perlu segera diantisipasi oleh masyarakat melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Salah satunya dengan mengaktifkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (GIRIJ).
“Sosialisasi GIRIJ sudah dilakukan di 10 kecamatan, termasuk Randublatung. Ini cara efektif memutus siklus nyamuk Aedes aegypti sejak masih berbentuk jentik,” kata Hartanto, Rabu, 11 Juni 2025.
Menurutnya, masyarakat masih banyak yang mengandalkan fogging untuk memberantas nyamuk. Padahal, fogging hanya langkah terakhir jika angka bebas jentik di wilayah tersebut sudah lebih dari 95 persen.
“Fogging hanya efektif jika jentik sudah tidak ditemukan. Namun, insektisida dalam fogging bisa berdampak buruk bagi manusia, hewan, dan tumbuhan,” jelas Hartanto.
Kasus DBD di Blora sempat mencapai puncaknya pada Desember 2024 dengan total 267 kasus. Kini, meski jumlah kasusnya lebih rendah, Dinkesda tetap meningkatkan kewaspadaan, terutama menjelang musim hujan yang diperkirakan kembali datang pada September 2025.
Hartanto mengajak warga untuk menunjuk satu orang di setiap rumah sebagai juru pemantau jentik (Jumantik), yang hasil pemantauannya akan dilaporkan secara berjenjang ke puskesmas dan Dinkes.
“Sampai April 2025, tercatat 90 kasus DBD di Blora. Khusus di Kecamatan Randublatung terdapat 5 kasus dan alhamdulillah tidak ada data kematian dari penyakit (DBD) ini. Kita harus terus waspada,” pungkasnya.
(HANAFI – Harianmuria.com)