JEPARA, Harianmuria.com – Puluhan jemaah haji asal Jepara termasuk dalam ratusan ribu warga Indonesia yang gagal melaksanakan puncak ibadah haji, wukuf di Padang Arafah, pada 9 Dzulhijah 1446 H. Mereka terjaring razia ketat oleh otoritas Arab Saudi karena masuk melalui jalur ilegal.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, mendesak Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk segera mencabut izin operasional travel atau biro jasa haji yang memberangkatkan jemaah ilegal ini.
“Dari Jepara jumlahnya sekitar 40 jemaah, dari Kudus dan Demak juga banyak. Kalau se-Indonesia jumlahnya ratusan ribu jemaah yang masuk dari jalur ilegal,” kata Abdul Wachid, yang juga Ketua Panja Haji dan Tim Pengawas Haji 2025.
Jemaah yang berangkat dari jalur non-resmi menggunakan visa non-haji, seperti visa pekerja, sehingga tidak memiliki kartu Nusuk atau barcode resmi untuk akses ibadah haji. Akibatnya, mereka dihalangi saat hendak memasuki kawasan Arafah untuk melaksanakan puncak haji, dan bahkan dibuang di pinggir jalan oleh otoritas Saudi.
“Jemaah tanpa kartu Nusuk langsung dipulangkan atau ditinggalkan di pinggiran Jeddah dan Madinah, jauh dari Armuzna,” jelas Wachid.
Otoritas Arab Saudi tahun ini memang memperketat akses masuk Kota Makkah, Masjidil Haram, dan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina). Penjagaan dilakukan 24 jam nonstop di berbagai akses masuk, termasuk jalur tikus, dengan petugas bersenjata lengkap dan penggunaan drone.
“Tahun 2024 otoritas Arab Saudi sudah ketat, tahun ini lebih ketat lagi. Jadi jangan main janji bisa memberangkatkan haji, karena hampir mustahil bisa menembus Armuzna kalau tidak lewat jalur resmi. Pemeriksaan Nusuk (barcode) itu dibuat empat lapis,” tandas Wachid.
Pihak DPR RI sebenarnya sudah melakukan upaya pencegahan dan koordinasi dengan Dirjen Imigrasi serta Dirjen PHU Kemenag. Namun, masih ada travel atau biro umrah dan haji yang nekat memberangkatkan jemaah via jalur non-resmi.
Biro nakal ini bahkan mengiming-imingi calon jemaah dengan biaya haji yang jauh lebih rendah, kisaran Rp150 juta hingga Rp250 juta, dibanding haji furoda yang mencapai Rp450 juta hingga hampir Rp1 miliar.
“Makanya ini jadi tidak masuk akal. Jemaah haji ilegal tidak mungkin tinggal di hotel, kalau apartemen kecil mungkin bisa. Namun mereka tak dapat tenda dan tidak punya Nusuk,” ucap wakil rakyat asal Partai Gerindra ini.
Agar kasus serupa tidak terulang, DPR RI akan memperkuat edukasi ke masyarakat bersama Pemkab, DPRD, dan Forkopimda. Wachid juga mendorong masyarakat agar bersabar menunggu antrean resmi haji.
Dengan proyeksi peningkatan kuota jemaah haji global menjadi 5 juta dalam lima tahun mendatang, jumlah jemaah Indonesia juga berpotensi naik hingga 500 ribu.
“Kalau tahun ini kuotanya hanya 1,8 juta jemaah, khusus Indonesia 221 ribu jemaah. Nanti kalau kuotanya bertambah hingga 5 juta, jumlah jemaah haji bisa meningkat 2 kali lipat, bahkan mungkin mencapai 500 ribu jemaah. Jadi mohon bersabar,” bebernya.
Sebagai penutup, Abdul Wachid menegaskan perlunya revisi UU Haji untuk mendukung kebijakan baru Arab Saudi demi menjamin pelaksanaan ibadah haji yang tertib, aman, dan nyaman sesuai visi pemerintah Presiden Prabowo Subianto.
(TOMI BUDIANTO – Harianmuria.com)