PATI, Harianmuria.com – Para pegiat lingkungan di pesisir Desa Tunggulsari, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, mendesak pemerintah untuk serius memperhatikan kondisi hutan mangrove yang makin memprihatinkan.
Bencana banjir rob yang melanda pada Sabtu (31/5/2025) dan beberapa hari sebelumnya, menunjukkan bahwa fungsi hutan mangrove sebagai penahan alami abrasi dan rob menurun drastis akibat jumlahnya yang terus berkurang.
Karnawi, seorang pegiat lingkungan dari Desa Tunggulsari, menyatakan bahwa rob yang terjadi di desanya saat ini adalah yang terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, bencana rob ekstrem ini sangat berkaitan dengan menyusutnya hutan mangrove, termasuk akibat penebangan liar di wilayah sekitar.
“Di Jepat Kidul, mangrovenya habis ditebang. Sekarang semua tambak di sana sudah 100 persen tenggelam. Di Tunggulsari sendiri sekitar 80 persen terdampak,” ujar Karnawi, Sabtu (31/5/2025).
Karnawi, yang juga peraih penghargaan Kalpataru (pembina lingkungan hidup) dari Pemprov Jateng 2023, mencatat sekitar 50–60 persen mangrove yang ditanam sejak tahun 2020 telah mati akibat rob dan abrasi.
Selama tahun 2025 saja, 10 persen hutan mangrove di daerahnya mati akibat terkena banjir rob dan abrasi. “(Mangrove) Berkurang, saya menanam beberapa kali itu mati semua, kena rob,” keluhnya.
Bencana rob tahun ini tidak hanya merendam pemukiman, tetapi juga menenggelamkan tambak ikan nila salin milik warga. Karnawi mengungkapkan bahwa minimnya perhatian pemerintah terhadap pelestarian mangrove menjadi salah satu penyebab utama kerusakan yang terus terjadi.
“Pemerintah kurang peduli. Penanaman mangrove justru banyak dilakukan oleh pihak swasta seperti PT Garudafood dan perusahaan dari Jepang,” katanya.
Karnawi juga berharap pemerintah dapat membangun pemecah gelombang untuk mengurangi dampak abrasi. “Sekitar 60 meter garis pantai hilang, dan panjangnya sudah mencapai 1.200 meter di wilayah Tunggulsari,” ungkapnya.
(SETYO NUGROHO – Harianmuria.com)