Harianmuria.com – Seseorang yang diserang atau mengalami iri hati, menjadi tanda bahwa kepribadiannya tengah terganggu karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan wajar serta tak sanggup memahami problemnya. Namun secara psikologis, iri hati seringkali muncul kapan saja dan termasuk sifatnya masih manusiawi.
Sebab seringkali seseorang yang sakit jiwa, ia tidak merasa bahwa dirinya sakit dan menganggap dirinya normal, bahkan lebih unggul, baik, bahkan penting ketimbang orang lain.
Di era digital seperti sekarang ini, masyarakat lebih mudah untuk iri hati lantaran sosial media menjadi jembatan untuk membandingkan kehdupannya dengan orang lain.
Penyakit hati dalam perspektif Islam
Dalam pandangan Islam iri hati termasuk ke dalam sifat buruk ataupun perilaku tercela (akhlaq mazmumah) seperti dengki, arogan, emosional, dan sebagainya.
Mengutip dari Uin-malang.ac.id, Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi membagi penyakit hati ke dalam Sembilan bagian, yaitu pamer (riya’), marah (al-ghadhab), lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyan), was-was (al-wa-wasah), furstasi (al-ya’s), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur), sombong (al-ujub), dengki dan iri hati (al-hasd wal hiqd).
Secara umum, iri hati muncul akibat kegagalan seseorang dalam meraih apa yang diharapkan. Iri hati terkadang juga disebut dengki karena gejala-gejala luar yang kadang menunjukkan perasaan hati. Meski begitu, gejala tersebut tidak mudah diketahui lantaran seseorang akan dengan mudah menyembunyikannya.
Diantara gejala-gejala yang nampak adalah marah dengan segala bentuknya, mulai dari memukul, mencela, menghina, membuka aib orang lain, dan sebagainya.
Selain itu, iri hati bukan berarti rasa marah, keinginan untuk memiliki dan rendah diri, sebab karakteristiknya yang berbeda-beda.
As-Syarqawi dalam kitabnya Nahwa Ilm an-Nafsi al-Islami mengklasifikasikan emosi ke dalam dua macam, yaitu:
Pertama, iri yang melahirkan kompetisi sehat (al-munafasah). Iri jenis pertama ini akan mendorong orang untuk meniru hal-hal positif yang tidak didasari pada niat jahat dalam rangka fastabiqul kahirat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Sikap ini bahkan diharuskan bagi setiap muslim sebagaimana firman Allah,
فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya: Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS Al-Maidah: 48)
Kedua, iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat (al-hiqd wal hasad). Yakni sikap yang didasari kebencian baik berkaitan dengan materi maupun jabatan atau kedudukan. Kategori ini juga cenderung melahirkan sikap antipasti bahkan permusuhan terhadap orang lain. Mengingat kemunculan disebabkan rasa sombong, bangga, riya’, dan takut kehilangan jabaran.
Cara menghilangkan sikap iri hati
Umat muslim tidak diperkenankan untuk memlihara sikap iri hati, sehingga sudah sepatutnya dihindari apapun caranya. Karena iri hati dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Melansir dari Sehatq.com, beberapa cara untuk menghilangkan iri hati diantaranya:
1. Tidak terburu-buru menghakimi
Setiap kali menanggapi sesuatu, usahakan tidak terburu-buru untuk menghakimi. Sebab ketika iri hati mulai mendominasi, kemarahan, logika, dan pikiran objektif seolah tidak berfungsi sehingga melahirkan tuduhan tak beralasan.
Untuk melawannya, perbanyaklah untuk berpikir positif. Langkah ini cukup membantu seseorang agar tetap merasa tenang dan bahagia, terlepas dari apapun yang menerpanya.
2. Memastikan diri
Langkah lain adalah selalu memastikan kepada diri sendiri apakah orang lain memang berniat membuat Anda iri hati atau justru ternyata efek dari kebanyakan melihat sosial media. Refleksikan segala pertanyaan itu kepada diri Anda sendiri.
3. Digital detox
Digital detox merupakan membatasi durasi pemakaian media sosial dan menyaring ulang siapa saja yang berhak melihat dan memberikan pengaruh positif.
4. Ubah iri hati secara konstuktif
Iri hati yang disikapi secara kontruktif akan membuat seseorang termotivasi melakukan kebaikan. Namun jangan sampai iri hati mendominasi menjadi hal negatif.
5. Memahami kemampuan diri
Mengatasi iri hati dapat dilakukan dengan mensyukuri kemampuan diri sendiri, sehingga apabila mendapati prestasi atau kelebihan orang lain. Diri sendiri tidak akan terpengaruh dan bahkan merasa wajar-wajar saja.
6. Stop membandingkan
Ingatlah bahwa iri hati muncul karena perasaan membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Padahal seburuntung apapun seseorang, pasti memiliki masalah yang belum tentu diketahui banyak orang.
6. Menjadi pribadi dermawan
Menolong orang yang membutuhkan dapat menimbulkan perasaan bahagia. Hal ini ternyata bukanlah mitos, semakin banyak menghabiskan waktu untuk membantu orang lain, hati akan terasa bermakna dan tidak mudah iri hati.
Selain kiat di atas, umat Islam juga dianjurkan untuk membaca doa agar terhindar dari iri hati. Doa ini telah dijelaskan dalam QS Al-Hasyr ayat 10.
رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.
Demikian artikel yang menjelaskan klasifikasi iri hati menurut Islam dan cara untuk menghindarinya. (Lingkar Network | Harianmuria.com)