PATI, Harianmuria.com – Para petani di Kabupaten Pati hanya bisa pasrah melihat kondisi harga garam saat ini yang kian merosot. Padahal, puncak produksi yang juga menjadi puncak menurunnya harga garam diprediksi masih sebulan lagi.
Jio (50), petani garam asal Desa Bumimulyo, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati mengaku tak bisa berbuat apapun meskipun harga garam menurun hingga Rp 500 per kilogramnya. Menurutnya, harga garam menurun akibat stoknya yang melimpah.
“Kalau garam tidak bisa. Garam tergantung iklim dan fluktuasi pasar. Walaupun Bulog atau apa mengendalikan harganya,” ujarnya saat dijumpai di tambak garamnya di Desa Bumimulyo pada Minggu, 28 Juli 2024.
Jio mengungkapkan, awal musim panen harga garam masih mencapai Rp 1 ribu per kilogrmanya. Namun, di setiap minggunya harga garam merosot sebesar Rp 50 per kilogramnya.
Diprediksi, harga garam masih dapat merosot lagi pada Agustus nanti. Dimana, bulan tersebut menjadi puncak masa produksi garam di wilayah Pantura.
“Kalau tahun ini awalnya seribu. Satu Minggu mulai turun Rp 50 sampai harga sekarang itu Rp 650. Nanti kalau kemarau ini panjang, bisa dipastikan mencapai Rp 400 per kilo,” jelas dia.
Agar garamnya tidak dihargai rendah, Jio pun harus memutar otak. Solusi yang dilakukan yakni dengan menimbun garam miliknya di gudang seraya menunggu harganya normal kembali.
“Kalau harga merosot ya ditimbun. Biasanya dikeluarkan bulan Januari saat musim hujan,” paparnya.
Padahal untuk bisa memproduksi garam, ia sudah mengeluarkan modal Rp 3 juta per petaknya untuk membeli plastik. Angka itu masih dikalikan dengan jumlah lahannya 5 petak dan belum lagi ditambah lagi biaya lainnya.
“Per petak 3 jutaan rata-rata, itu satu kotak. Kalau 5 kotak bayangkan, Rp 15 juta,” ucapnya.
Agus Sulistiyo (33), petani garam asal Kecamatan Batangan ini juga mengungkapkan bahwa harga garam saat ini mulai merosot. Awalnya ia bisa menjual garamnya seharga Rp 900 per kilogramnya.
“Awal Rp 900, semakin turun ini,” imbuhnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Harianmuria.com)