BLORA, Harianmuria.com – Festival Blora: Se-Abad Pramoedya Ananta Toer (1925-2025) yang berlangsung selama tiga hari, Kamis-Sabtu (6-8/2/2025) bukan sekadar perayaan nostalgia untuk mengenang sastrawan besar. Festival tersebut merupakan kick-off dari sebuah perjalanan selama satu tahun ke depan untuk menelusuri kembali jejak Pram dalam lintasan waktu yang lebih luas.
“Festival ini bukan sekadar untuk mengenang, tetapi merupakan kesempatan untuk bermuhasabah, membiarkan suara yang pernah menggetarkan dunia itu untuk memukan gema baru di kampung halaman Pram di Blora,” kata Kepala Pelaksana Festival Blora: Se-Abad Pram, Dalhar Muhammadun, dalam pembukaan festival di Pendapa Rumah Dinas Bupati Blora, Kamis (6/2/2025).
Dalhar mengutip pernyataan yang pernah dilontarkan Pramoedya bahwa ‘Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis maka ia akan hilang dalam ingatan masyarakat dan hilang dari sejarah. Festival ini dan rangkaian kegiatan selanjutnya menjadi saksi bahwa Pram tidak pernah hilang dari sejarah.
“Pram tetap hidup, bukan hanya dalam buku-bukunya, tetapi juga dalam ingatan kolektif kita, dalam denyut nadi Blora yang tidak pernah lelah bercerita,” ujar Dalhar.
Menurut Dalhar, Blora adalah laboratorium hidup bagi Pramoedya di hutan-hutan jatinya, di lorong pasar, di debu jalanan. Di sana Pram menemukan bahan baku untuk menulis tentang kemanusiaan dan kebebasan.
Namun, ia menegaskan Blora bukan hanya rumah bagi kenangan, tetapi juga tempat di mana gagasan-gagasan baru lahir, tumbuh, dan menantang zaman. Kegiatan dalam Festival Blora tidak hanya membaca Pram, tetapi juga berdialog dengannya melalui diskusi, pameran, pertunjukan seni, dan berbagai aktivitas yang melibatkan masyarakat.
“Kita ingin Blora menjadi tuan rumah bagi ide-ide besar, bukan hanya tentang Pram, tapi tentang bagaimana sastra dan budaya bisa menjadi jembatan menuju masa depan. Festival ini bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan sebuah undangan untuk berpikir, bertanya, dan menantang diri sendiri apa sebenarnya arti manusia yang merdeka di zaman ini. Apa peran kita sebagai pewaris sejarah dan budaya,” tandas Dalhar.
Ketua Yayasan Pramoedya Ananta Toer, Aditya Ananta Toer, mengatakan Festival Blora merupakan momentum untuk melestarikan pemikiran, jiwa nasionalis dan semangat Pram untuk generasi muda yang belum mengenal tokoh besar itu.
“Festival ini diharapkan menumbuhkan kembali pemikiran Pram yang merentang dari semangat keadilan dan kesetaraan, yang memberi inspirasi untuk memperjuangkan prinsip-prinsip dalam berbagai aspek kehidupan,” ungkapnya.
Menurut Aditya, semangat dan pemikiran Pram juga relevan untuk mendorong kita agar berani dalam menyuarakan kebenaran dan keterbukaan pikiran.
“Semangat dan pemikiran Pram adalah suatu kesadaran dan tindakan yang nyata untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan solidaritas terhadap sesama, terlebih lagi bagi saudara-saudara kita yang mengalami ketertindasan dan ketidakadilan,” kata Aditya.
(BASUKI RAHARDJO –Harianmuria.com)