Harianmuria.com – Masyarakat Jawa mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata suronan atau penyebutan hari pada bulan atau sasi Suro. Istilah Suronan berasal dari bahasa Arab, yaitu asyuro atau asyuroh yang bermakna hari keselupuh pada penanggalan bulan Muharam tahun Hijriyah.
Melansir dari laman Nu Online, tradisi suronan menyimpan banyak histori seperti diampunkannya dosa Nabi Adam as, mendaratnya kapal Nabi Nuh as di bukit Zuhdi, diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari panasnya api yang membakarnya, dibebaskannya Nabi Yusuf as dari penjara setelah terkena fitnah, selamatnya Nabi Yunus as dari perut ikan paus yang menelannya, disembuhkannya Nabi Ayub as dari penyakit yang dideritanya, dan diselamatkannya rombongan Nabi Musa as dari kejaran Kaum Bani Israil beserta Fira’un di laut merah.
Selain berbagai peristiwa dahsyat di atas, Suronan juga bertepatan dengan puasa asyuro dimana Allah telah menyiapkan pahala berupa pemberian ampunan (maghfiroh) kepada hamba-hamba-nya.
Namun dari semua itu, Suronan di Jawa Tengah memiliki keistimewaan tersendiri yakni adanya tradiri buka luwur. Tradisi ini merupakan prosesi penggantian kain mori yang digunakan untuk membungkus nisan, cungkup, makam, dan bangunan di sekitar makam wali.
Tradisi ini biasanya diwarnai dengan berbagai kegiatan lain, diantaranya acara khataman al-Qur’an, penjamasan pusaka sang wali, penurunan luwur, penyiapan luwur, sampai pembagian nasi berkat untuk masyarakat sekitar.
Tradisi buka luwur yang dilakukan setiap Suronan tidak hanya diadakan di makam waliyullah Ja’far Shodiq Sunan Kudus. Ada juga Kiai Telingsing yang merupakan guru dari Kangjeng Sunan Kudus, makam waliyullah Raden Umar Said Sunan Muria pada 15 Muharam, dan waliyullah Kangjeng Sunan Kedu.
Selain daripada makam waliyullah tersebut, masyarakat Kudus seringkali menjalankan tradiri buka luwur setiap Suronan pada makam-makam leluhur desa seperti Syaikh Hasan Syadzili (Rejenu), Mbah Suryokusumo (Mejobo), Mbah Sanusi, Mbah, Rifa’i, Mbha Sowonegoro dan Mbah Yasin (Jekulo), Mbah Surokromo (nJepang), dan Mbah Banten (Golantepos).
Sementara di sekitar wilayah Pati, seperti pada Minggu, 7 Agustus 2022 yang bertepatan dengan 9 Muharam juga telah menjalankan ritual buka luwur di makam Syaikh Ahmad Mutamakkin, di desa Kajen, kecamatan Margoyoso, kabupaten Pati.
Baik dilakukan di makam wali yang dikeramatkan maupun sesepuh desa, pada dasarnya tujuan dari dilakukannya ritual buka luwur hingga dijadikan sebagai tradisi ini, tidak lain sebagai bentuk penghormatan masyarakat atas jasa babat alas dan dakwah yang dilakukan mereka semasa hidup. (Lingkar Network – Harianmuria.com)