BLORA, Harianmuria.com – Salah satu keluarga korban jatuhnya lift crane pada proyek pembangunan RS PKU Muhammadiyah Blora mengungkapkan kebingungan untuk membiayai pendidikan dua anaknya.
Listiana, istri Sumar pekerja yang luka parah dalam insiden tersebut, mengaku bingung terhadap bagaimana kelangsungan pendidikan kedua anaknya ke depan.
“Anak saya ada dua, satu mondok di Pesantren Khozinatul ‘Ulum Blora dan yang satu lagi ini masih kelas enam (SD) dan mau lulus. Saya bingung untuk biaya pendidikan mereka,” ungkap Listiana saat ditemui di kediamannya di Desa Purworejo, Kecamatan Blora, Senin (17/3/2025).
Ia menuturkan, luka yang diderita Sumar akibat kecelakaan itu sangat parah, sehingga ia khawatir hal itu akan mengancam masa depan kedua anak yang membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikan.
“(Sumar) Mangke nak mboten saget merdamel, sekolahe larene kula pripun? (Nanti kalau tidak bisa bekerja, sekolah anak saya bagaimana?),” keluh Listiana.
“Uang saku sekolah, bayar sekolah, bayar pondok (pesantren), saking pundi (dari mana). Kan mboten gadhah kula (kan saya tidak punya),” sambungnya.
Hingga saat ini, Listiana belum menerima tebusan untuk beasiswa terhadap nasib pendidikan anaknya, baik dari pihak Muhammadiyah maupun Pemerintah Kabupaten Blora hingga tingkat desa. Sementara untuk upah atau ganti rugi yang ia terima hanya berlangsung hingga proyek tersebut selesai.
“Setiap minggu masih dapat upah mingguan. Setiap minggu dapatnya Rp520 ribu. Jadi seharinya sekitar Rp85 ribu,” katanya.
Kalau proyek selesai, sambung Listiana, dirinya tidak tahu bagaimana membiayai pendidikan kedua anaknya. Sementara Sumar mengalami luka patah tulang yang serius, di bagian tulang kaki, tulang belakang hingga tulang rusuk. Hal itu tidak memungkinkan suaminya untuk segera bekerja kembali mengingat masa penyembuhan yang lama.
“Kemarin baru saja bayar biaya pendidikan di pondok pasantren. Bulan kemarin bayar sekitar Rp700 ribuan, sudah saya lunasi sendiri. Nanti ke depannya tidak tahu, karena saya sudah tidak punya uang),” terangnya.
Saat ini, Listiana mengaku kelimpungan karena tidak dapat kembali bekerja. Sebelumnya, ia membantu ekonomi keluarga dengan menjadi buruh tani, mencuci, dan menyetrika baju di tempat orang.
“Penghasilan utama dari bapak, saya hanya membantu. Saya sekarang tidak dapat bekerja, karena saya fokus pemulihan kesehatan bapaknya anak-anak,” tuturnya.
Listiana juga mengungkapkan nominal uang bantuan yang telah ia terima dari beberapa pihak. Di antaranya setelah insiden kecelakaan berupa uang makan Rp1 juta, saat perawatan di Solo Rp3 juta, dari Baznas Rp1 juta, dan dari PKU Rp2 juta.
“Kalau sesuai akad untuk tali asih untuk kecelakaan itu, tidak pernah ada. Setahu saya yang Rp3 juta di Solo itu untuk biaya kehidupan di Solo,” katanya.
“Bupati ya tidak ada ke sini (memberi bantuan),” tambah Listiana.
(EKO WICAKSONO – Harianmuria.com)