Harianmuria.com – Sebagian besar masyarakat Indonesia mayoritas beragama muslim, sehingga tidak mengherankan apabila banyak produk harus dijamin kualias halalnya. Untuk menghindari produk non-halal yang beredar di masyarakat, pemerintah Indonesia mensyaratkan setiap produk memiliki jaminan sertifikat halal.
Mungkin belum banyak yang mengetahui jika sertifikasi halal di Indonesia memiliki sejarah panjang. Lalu, bagaimanakah sejarahnya?
Sebelum Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan sertifikasi halal pada 1989, label halal yang terdapat pada produk pangan di Indonesia telah ada sejak 10 November 1976 dibawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pernyatan tersebut berisi semua produk makanan atau minuman yang mengandung babi ataupun turunannya wajib memiliki label bahwa makanan tersebut mengandung babi.
Hal ini telah diatur dalam Surat Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/Men.Kes/Per/XI/76 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan Mengandung Bahan Berasal dari Babi. Jadi, setiap produsen harus mencantumkan sebuah tanda pada produknya bahwa makanan tersebut mengandung babi.
Sebelumnya pemilihan label haram dinilai lebih efektif ketimbang pemberian label halal. Alasannya, produk dengan kandungan babi yang ada di masyarakat jumlahnya lebih sedikit. Sehingga yang diberikan label halal hanya produk yang tidak mengandung babi.
Namun setelah 10 tahun berjalan, pada 12 Agustus 1985 terjadi perubahan perihal ketetapan label. Dimana yang awalnya label ‘MENGANDUNG BABI’ diganti menjadi ‘HALAL’.
Aturan ini tercantum dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No.42/Men.Kes/SKB/VIII/1985 dan No. 68 Tahun 1985 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan. Isinya, label boleh dicantumkan setelah produsen melaporkan komposisi bahan dan cara pengolahan produk kepada Departemen Kesehatan (Depkes), lalu bersama Departemen Agama melakukan pengawasan dengan membentuk Tim Penilaian Pendaftaran Makanan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes.
Pada 1988 sempat beredar bebas produk makanan yang berbahan lemak babi dan membuat kekhawatiran di masyarakat. Maka dibentuklah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) melalui Surat Keputusan MUI Nomor Kep./18/MUI/I/1989 pada 6 Januari 1989, tugasnya melakukan pemeriksaan terhadap produk yang beredar dan memberikan sertifikat halal.
Kini jika suatu perusahaan menginginkan produknya berlabel halal, maka dapat mengajukannya ke Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI. Caranya dengan melampirkan sertifikast halal pada saat pengajuan maka BPOM RI akan melakukan regulasi pencantuman loho halal untuk produk yang diajukan.(Lingkar Network | Harianmuria.com)