PATI, Harianmuria.com – Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Pati mengungkap kasus perkawinan anak di wilayah setempat masih tinggi. Pihaknya mencatat pada periode Januari-Agustus 2024, perkawinan anak tembus 250 kasus.
“Jadi untuk perkawinan anak sampai dengan Agustus ini ada 250 orang, 43 laki-laki dan 207 perempuan,” ucap Kepala Dinsos P3AKB Kabupaten Pati Indriyanto di Pati, Kamis, 26 September 2024.
Demi menekan kasus tersebut, Indriyanto menyampaikan bahwa Dinsos P3AKB Pati rutin melaksanakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya perkawinan anak.
“Jadi kita terus menekan angka perkawinan anak dengan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat lewat PPA. Kita sampaikan angka-angka perkawinan anak yang cukup tinggi. Untuk perkawinan anak itu secara sah harus dispensasi dari Pengadilan Agama. Sebelum itu, harus mendapat rekomendasi dari Dinsos P3AKB. Rekomendasi ini sebagai bentuk upaya untuk pencegahan perkawinan anak,” ujarnya.
Untuk mendapat rekomendasi dari Dinsos P3AKB, kata dia, harus melewati screening yang dilakukan oleh Pusat Pembelajaran Keluarga Bahagia (Puspaga).
“Ada Puspaga yang di situ terdiri dari para psikolog. Mereka mengeksplor pasangan termasuk orang tuanya juga dari sisi kesiapan fisiknya, mentalnya, pendapat ekonomi. Nah setelah melewati interview, baru dapat rekomendasi,” tuturnya.
Indriyanto menyebut banyak faktor yang menyebabkan tingginya kasus perkawinan anak, utamanya karena hamil di luar nikah.
“Selain hamil duluan, juga karena sudah melakukan hubungan seksual. Nah faktor-faktornya banyak sebenarnya. Seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, rata-rata setelah SMP itu sudah menikah. Apalagi ada faktor kultur dan budaya,” jelasnya.
Pernikahan dini, kata Indriyanto, sangat berbahaya karena berpotensi melahirkan anak stunting.
“Pernikahan anak itu dampaknya menyebabkan lahirnya anak stunting karena secara alat reproduksinya juga belum siap. Apalagi secara psikisnya, namanya anak-anak. Nah nanti juga berdampak ke ekonomi,” imbuhnya.
Ia berharap masyarakat dapat memahami dampak buruk dari perkawinan anak dan ikut berpartisipasi untuk mencegah hal tersebut. (Lingkar Network | Syahril Muadz – Harianmuria.com)