KUDUS, Harianmuria.com – Eks napi terorisme (napiter) Abu Tholut telah bertobat dari ajaran-ajaran radikalisme dan meminta masyarakat untuk menjauhi paham radikal yang saat ini masih mengintai. Dirinya merupakan salah satu mantan anak buah Abu Bakar Ba’asyir dan pada saat itu satu pemegang basis penting dalam Jamaah Islamiyah dengan mengelola kawasan Kalimantan, Sulawesi, dan Filipina.
Abu Tholut sendiri menilai bahwa paham radikal di Indonesia akhir-akhir ini sudah menurun. Hal itu dipengaruhi oleh berbagai sebab,mulai dari kesadaran masyarakat sampai peran penting tokoh agama.
“Berdasarkan pandangan saya, paham radikal ini kasusnya sudah banyak menurun seperti ISIS sudah tidak banyak menyolok. Saya kira ini karena unsur masyarakat sudah menyadari, tidak cepat terpengaruh oleh paham seperti itu. Kemudian juga berkat kerja keras tokoh agama, karena itu kan pemikiran mengatasnamakan agama terutama kiai ustad kontribusinya harus kita hargai,” paparnya.
Baru-baru ini, Abu Bakar Ba’asyir telah mengakui Pancasila. Bahkan pada 17 Agustus 2022, di Pesantren Al Mukmin Ngruki pihaknya menggelar upacara bendera untuk yang pertama kalinya. Bagi Abu Tholut, tidak ada yang aneh bagi Abu Bakar Ba’asyir ketika kemudian bisa dan mampu mengakui Pancasila. Sebab, katanya, Abu Bakar Ba’asyir yang pernah mengenyam pendidikan di Pesantren Gontor di sana tidak diajarkan paham radikal. Selanjutnya, Abu Bakar juga pernah aktif sebagai aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) juga tidak ada ajaran radikal seperti itu.
“Jadi ketika beliau (Abu Bakar Ba’asyir) awal dalam pergerakan Islam seperti itu. Itu mengakui Pancasila, ini sebenarnya kembali saja. Namanya anak manusia ke kiri sedikit ke kanan sedikit,” katanya.
Bahkan ia mengungkap, sisa-sisa jaringan yang saat ini masih ada pun sulit berkembang. Misalnya Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang memiliki hubungan dengan ISIS saat ini sulit berkembang karena pusatnya di Irak dan Suriah hancur. Kemudian untuk jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pun saat ini dikatakan sangat kecil dan susah bergerak, karena sudah tidak mendapat simpati dari masyarakat.
Diketahui, Abu Tholut juga dikenal dengan nama Mustofa, Imron, dan Herman ini pernah menjadi sosok sentral dalam berbagai aksi teror di Indonesia. Bahkan, dirinya sudah dua kali menjadi napiter.
Pada 2004, dirinya pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, kemudian bebas bersyarat pada 2007. Setelah itu, dia kembali ditangkap pada 2010 di rumahnya yang berada di Bae, Kudus. Dia kemudian mendekam di Lapas Kedungpane Semarang dan bebas pada 2015.
Ia berhararap bagi pihak-pihak yang masih tergabung dengan jaringan atau kelompok radikal yang acap kali melakukan aksi teror, agar bisa bertaubat. Jangan sampai masyarakat terbawa oleh pandangan-pandangan yang memanfaatkan situasi untuk memecah belah Indonesia.
“Kita itu tidak lepas dari dosa, sebagai muslim setiap hari harus bertaubat. Rasulullah saja setiap hari istighfar dan taubat 70 kali,” ucapnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Harianmuria.com)