Harianmuria.com – Safar dikenal sebagai bulan kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah. Secara bahasa Safar sendiri bermakna kosong. Dinamakannya bulan ini dengan Safar mengacu pada kebiasaan orang Arab Zaman dulu yang duka bepergian jauh selama kurun waktu tertentu dan meninggalkan rumah mereka hingga kosong.
Arti kata صِفْر juga bermakna hampa, lowong tiada, bahkan nol. Sedangkan صُفْر artinya kuningan, ada juga yang mengartikan kosong, lowongan, dan tiada. Namun ada juga yang menyebut bahwa penamaan bulan Safar diambil dari kepercayaan orang Arab jahiliyah dulu bahwa ada suatu jenis penyakit diberi nama demikian. Yakni penyakit Safar dari ulat besar yang bersarang di perut manusia.
Sayangnya Safar sendiri seringkali dianggap sebagai bulan kesialan oleh orang Arab jahiliyah. Sementara pada kepercayaan Jawa Islam, ada tradisi rabo wekasan atau rebo pungkasan yang diperingati setiap haru Rabu terakhir dari bulan Safar. Tradisi itu hadir sejak masa dakwah Walisongo yang menyebut bahwa pada hari itu Allah SWT telah menurunkan lebih dari 500 bala atau kesialan atau terserang beramacam penyakit.
Di luar dari keyakinan-keyakinan tersebut, bulan Safar justru menjadi saksi atas kejadian-kejadian penting dan bersejarah dalam Islam. Diantaranya pernikahan Rasulullah dengan Khadijah, Rasulullah menikahkan Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, terjadinya perang Abwa (perang pertama dalam Islam), penaklukan khaibar pada tahun ke-7 Hijriyah, dan Rasulullah mengutus Usamah bin Zaid kepada pimpinan prajurit Rum tahun 11 Hijriyah.
Sementara itu, terkait banyaknya perdebatan pendapat mengenai hari sial yang terjadi di bulan Safar, banyak ulama justru menganjurkan untuk lebih berperasangka baik. Sebagaimana diketahui sebelumnya, anggapan atau keyakinan mengenai kesialan bulan Safar tidak lepas dari tadisi orang Arab jahiliyah.
Di lain sisi, banyak ulama yang meyakini Safar sama halnya dengan bulan, tahun, bahkan hari lainnya. Sehingga tidak sedikit yang menganjurkan untuk lebih memiliki pemikiran bahwa baik keberkahan dan kesialan itu semuanya berasal dari kehendak Allah.
Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadist
لا عدوى ولا طيرة ولا هامَة ولا صَفَر
Artinya: Tidak ada kesialan karena ‘adwa (keyakinan adanya penyakit), tidak ada thirayah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), tidak ada hammah (keyakinan jahiliyaj tentang rengkarnasi) dan tidak pula Safar (menganggap bulan Safar sebagai bulan haram atau keramat). (HR Bukhori). (Harianmuria.com)