Harianmuria.com – Momentum bulan puasa, umat muslim diajarkan tentang menahan nafsu dan mengembangkan empati kaum duafa karena ikut merasakan lapar dan haus. Namun tidak banyak yang masih saja membuka warung makan dan melayani pelanggan meskipun di siang hari bulan Ramadan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa menjual makanan sendiri menjadi bentuk sumber pendapatan utama bagi sebagian orang. Terlebih di bulan suci Ramadan yang seolah setiap orang tidak ingin ketinggalan momen ini. Namun, kontroversi mengenai penjual yang masih buka di siang bulan Ramadan pastilah ada.
Lantas bagaimana hukum sebenarnya tentang membuka warung atau menjual makanan di siang hari bulan Ramadan? Mungkinkah tindakan itu bijak untuk dilakukan?
Meskipun kontroversi, tetapi bukan berarti tidak ada yang pro dengan pandangan berjualan makanan di siang hari di bulan puasa.
Mengutip dari Laduni.id, ada 3 alasan dibolehkannya warung makan buka di siang bolong pada bulan Ramadan.
Pertama, hukum membuka warung di siang hari pada bulan Ramadan sendiri sebenarnya diperbolehkan asalkan bertujuan untuk melayani orang-orang yang kebetulan tidak sedang berpuasa karena adanya uzur atau halangan. Misalnya perempuan haid yang tidak diperbolehkan untuk berpuasa.
Kedua, hukum pembolehan tersebut berlaku jika ditujukan juga untuk melayani orang yang bepergian (musafir) dengan jarak tempuh boleh melakukan salat jamak qasar atau lebih dari 80,6 kilometer.
Ketiga, pemilik warung harus yakin bahwa makanan yang dibeli para pelanggan di siang hari akan dimakan di waktu berbuka.
Keempat, dibolehkan pula membuka warung untuk para pekerja berat yang tidak kuat untuk meneruskan puasa di siang hari. Melansir dari Nu.or.id, ada beberapa catatan dengan kasus ini, yaitu pekerjaannya tidak bisa ditunda hingga bulan berikutnya (Syawal), pekerjaannya tidak bisa dikerjakan di malam hari, akan terjadi masyaqqah (kesulitan) jika berpuasa, dan seterusnya.
Di satu sisi, hukum membuka warung menjadi haram dan bahkan termasuk jual beli yang mengandung maksiat apabila pedagang tersebut yakin jika pembelinya akan menyantap makanannya di siang hari. Hal ini disebutkan dalam kitab I’aanah at-Thoolibin yang artinya:
(Keterangan “dari setiap tindakan yang berakibat ke arah maksiat”) seperti menjual tunggangan pada orang yang akan membebaninya di luar batas kemampuannya, menjual hamba sahaya wanita untuk menyanyi yang diharamkan, menjual kayu pada orang yang akan memakainya untuk alat malaahi, dan seperti orang muslim dewasa yang memberi makanan pada orang kafir dewasa di siang hari Ramadan, begitu juga menjual makanan bila yakin atau menduga kuat ia akan memakannya di siang hari Ramadan.
Dapat disimpulkan bahwa membuka warung di siang hari tetap diperbolehkan dengan beberapa kriteria di atas. Meskipun demikian, perlu juga disiasati seperti dengan memberikan tabir atau penghalang agar tidak sampai terlihat dan menggoda orang yang sedang berpuasa.
Mengenai kebolehan tersebut, Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir mengatakan warung makan tidak perlu tutup selama Ramadan. Sebab pada dasarnya membuka warung di siang hari bulan Ramadan tidak semua pelanggannya merupakan orang yang diwajibkan puasa.
“Tapi khusus (kepada) mereka (pelanggan) yang tidak berkewajiban puasa atau boleh tidak puasa karena ada uzur tertentu,” kata Kyai Afif dikutip dari Nu.or.id.
Sedangkan selama ini, sebagian besar orang terlanjur memukul rata keadaan masyarakat. Sehingga terkesan kewajiban puasa Ramadan merupakan kewajiban semua orang. Padahal masih ada orang yang tidak diwajibkan puasa seperti non muslim dan anak-anak. (Lingkar Network | Harianmuria.com)