Minggu, Mei 25, 2025
  • Box Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
Harian Muria
  • Home
  • Nasional
    • Jabodetabek
    • Jawa Barat
    • DIY
    • Jawa Timur
  • Seputar Jateng
    • Pati
    • Kudus
    • Jepara
    • Rembang
    • Demak
    • Semarang
    • Blora
    • Grobogan
    • Kendal
  • Artikel
    • Kesehatan
    • Lifestyle
    • Parenting
    • Tips
    • Travelling
    • Silabus & RPP
    • Opini
  • HMTV
  • Box Redaksi
No Result
View All Result
Harian Muria
  • Home
  • Nasional
    • Jabodetabek
    • Jawa Barat
    • DIY
    • Jawa Timur
  • Seputar Jateng
    • Pati
    • Kudus
    • Jepara
    • Rembang
    • Demak
    • Semarang
    • Blora
    • Grobogan
    • Kendal
  • Artikel
    • Kesehatan
    • Lifestyle
    • Parenting
    • Tips
    • Travelling
    • Silabus & RPP
    • Opini
  • HMTV
  • Box Redaksi
No Result
View All Result
Harian Muria
No Result
View All Result
Home Kajian Agama

Banyak Diperdebatkan, Apakah Gelar Haji Masih Relevan?

Sekar Sari by Sekar Sari
16 Agustus 2022
in Kajian Agama
0 0
Banyak Diperdebatkan, Apakah Gelar Haji Masih Relevan?
709
VIEWS
Share on FacebookShare on WatsApp

Harianmuria.com – Ibadah Haji adalah rukun Islam yang kelima. Meski dikatakan sebagai rukun Islam, tidak semua umat muslim di dunia diberi kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji di tanah suci Makkah. Allah AWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 97, diterangkan bahwa haji diperuntukan bagi yang mampu:

“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam”.

Maka seyogyanya, sebagai seorang muslim yang telah dikatakan mampu untuk melaksanakan kewajiban untuk menunaikan ibadah haji dan melengkapi rukun Islam yang kelima. Kemudian pulang ke tanah air kembali dengan menyandang gelar haji bagi siapa pun yang telah melaksanakannya.

Asal mula gelar haji

Sebutan haji bagi seseorang yang telah melaksanakan rukun Islam yang kelima ini tidak dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dapat dilihat dari nama-nama sahabat Nabi yang tidak ada imbuhan kata haji pada depan namanya. Sebut saja Ali bin Ali Thalib, Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan yang lainnya tidak menggunakan gelar haji didepannya. Begitupun dengan para generasi awal penyebar agama Islam di bumi pertiwi.

Tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia tidak ada yang disebut dengan gelar haji. Hal tersebut dibuktikan dengan Islamisasi di Kerajaan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia (Alfian, 1973:23). Begitiupun dengan peneybar Islam di Jawa yang dilakukan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dan para ulama lain yang tergabung dalam Walisongo.

Gelar haji baru dapat dijumpai pada masa Kerajaan Banten yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Dikisahkan, Sultan Ageng mengutus santrinya yang bernama Betot pergi ke Makkah. Sepulangnya ke Banten, ia dipanggil dengan sebutan Haji Fatah oleh Sultan Ageng (Djajadiningrat, 1983:73). Dari kisah tersebut, dapat ditarik kesimpulan jika awal mula nama haji itu bermula dari Kerajaan Banten.

Akan tetapi, penulis buku Atlas Walisongo, Agus Sunyoto menyatakan bahwa gelar haji mulai muncul populer sejak 1916 saat pemerintahan masih di pegang oleh Belanda. Kemunculan orang-orang bergelar haji ini membuat pemerintah Belanda khawatir karena mereka dianggap seringkali melakukan pemberontakan. Ilmu yang mereka dapatkan dari tanah suci dianggap sebagai alat untuk mengusir Belanda dari bumi pertiwi.

Sebab para pemberontak Belanda pada masa itu kebanyakan dipelopori oleh para guru thariqah, haji, dan ulama dari pesantren. Sehingga kelompok-kelompok inilah yang kemudian dianggap oleh para kompeni sebagai biang kerok karena telah membuat mereka kuwalahan. Atau para umat muslim yang telah dijuluki sebagai haji ini pada masa pendudukan Belanda disebut sebagai penggerak anti penjajahan (Wiltox:1997).

Selain itu, sejarawan asal Belanda Snouck Hurgronje pernah berkata, haji bagi pribumi ini diterapkan oleh Belanda dengan maksud untuk mempermudah pengawasan mereka karena intelektual seorang haji dianggap berbahaya sebagai pemicu pemberontakan. Bahkan dibuatlah Konsultan Jenderal pertama di Arab Saudi tahun 1872 untuk mencatat pergerakan jamaah haji dari Hindia-Belanda (sebutan Indoneisa pada masa penjajahan). Sehingga dengan sebutan haji, orang pribumi dapat mudah dikenali dan diawasi.

Sudah membudaya

Namun sekarang, penambahan nama haji bagi setiap orang yang telah pergi ber-haji sudah menjadi suatu budaya yang sudah umum dijumpai. Terlebih ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa orang yang sudah menunaikan ibadah haji seluruh dosanya diampuni oleh Allah SWT bagaikan seorang bayi yang baru lahir ke dunia. Oleh karena itu, mereka yang sudah melaksanakan ibadah haji mendapat julukan baru dengan gelar haji di depannya.

“Dari sahabat Abu Hurairah ra, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, siapa saja yang berhaji, lalu tidak berkata keji dan tidak berbuat dosa, nisacaya ia pulang (suci seperti hari dilahirkan oleh ibunya,” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasai, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Bagi sebagian umat muslim, melaksanakan haji diidentikkan dengan kesempurnaan seorang muslim. Rasanya tidak sempurna keIslaman seseorang jika belum menunaikan haji.  Namun bedanya, apabila pada zaman penjajahan sebutan haji digunakan sebagai basis perlawanan, maka pada masa sekarang lebih identik dengan suatu penghormatan.

Seringkali masyarakat awam menganggap orang yang telah berhaji sebagai orang yang ahli agama Islam. Tetapi kenyataanya, banyak orang di zaman sekarang yang bisa terbang ke tanah suci, asalkan mampu secara finansial.

Menyandang status sebagai haji, seseorang yang kurang terpandang dalam masyarakat kemudian mendadak menjadi seorang yang terhormat. Seolah penyebutan ini sama halnya dengan penyebutan nama Kiai. Padahal istilah penggunaan nama Kiai ini adalah suatu budaya jawa yang mencerminkan penghormatan tanpa memandang latar agamanya (Nanang Saptono, 2019:78). Sehingga, dapat dikatakan bahwa gelar haji ini merupakan suatu penghormatan kepada kaum muslim yang sudah melaksanakan rukun Islam yang kelima.

Relevansi masa kini

Tanpa disadari, penghormatan yang secara berlebih kepada para haji ini telah menimbulkan suatu strata atau lapisan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab gelar haji diidentikkan dengan kekayaan, kekuasaan, keturunan, dan pendidikan (Abu Rasyad, 2017:3). Dalam ilmu sosiologi, perbedaan golongan golongan ini akan menimbulkan perbedaan antara hak dan kewajiban masyarakat antara yang berkedudukan tinggi dengan yang berkedudukan rendah. Sehingga penghargan yang tinggi inilah yang secara tidak langsung menjadi alasan lain bagi masyarakat pada umumnya untuk berlomba-lomba pergi ke tanah suci.

Menurut para pakar, kebanggaan seseorang akan gelar haji yang disematkan kepadanya harusnya tidak perlu diperjelas dalam bentuk nama depan. Oman, salah seorang Pengendali Teknis Ibadah Haji Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2019 beranggapan, penggunaan gelar haji ini akan merusak citra seorang muslim karena terlalu membanggagakan dirinya sendiri. Ia khawatir penyematan gelar haji dapat berdampak pada keikhlasan para jamaah haji.

“Salah satu ciri mabrur adalah menjadi orang yang ikhlas dan muhsin. Berbuat baik sepanjang masa, selalu menebar kedamaian, baik ketika maupun usai menunaikan ibadah haji,” kata Oman dikutip dari Kemenag.go.id.

Sehingga, pada masa sekarang ini, penyebutan gelar haji bagi seseorang yang telah menjalankan rukun Islam yang kelima tersebut dirasa tidak perlu. Mengingat sejarah dari sebutan haji hanya untuk mengawasi jamaah haji, bukan semata-mata mereka ahli agama. Terlebih pada zaman sekarang, orang dapat dengan mudah pergi ke tanah suci asalkan punya finansial yang mumpuni. (Lingkar Network | Arif Febriyanto | Harianmuria.com)

Tags: gelar hajiHaji

Related Posts

Suluk Maleman Edisi 161 di Pati Mengurai ‘Dongeng Peradaban Autoimun’
Kajian Agama

Suluk Maleman Edisi 161 di Pati Mengurai ‘Dongeng Peradaban Autoimun’

19 Mei 2025
Ini Amalan Bulan Rajab yang Dianjurkan, Waktunya Umat Islam Perbanyak Pahala
Kajian Agama

Ini Amalan Bulan Rajab yang Dianjurkan, Waktunya Umat Islam Perbanyak Pahala

31 Desember 2024
Ketahui Keutamaan Luar Biasa Bulan Rajab yang Jatuh 1 Januari 2025, Punya Kemuliaan Tersendiri
Kajian Agama

Ketahui Keutamaan Luar Biasa Bulan Rajab yang Jatuh 1 Januari 2025, Punya Kemuliaan Tersendiri

31 Desember 2024
Mengenal Maulid Nabi: Sejarah dan Hakikatnya
Kajian Agama

Mengenal Maulid Nabi: Sejarah dan Hakikatnya

14 September 2024
Load More
Next Post
Kemenag Pati: Usia dan Daftar Tunggu yang Lama Jadi Faktor Pembatalan Jamaah Haji

Kemenag Pati: Usia dan Daftar Tunggu yang Lama Jadi Faktor Pembatalan Jamaah Haji

Trending Bulan Ini

  • Iwan Krismiyanto Dukung Pendirian Kampus UNY di Blora

    Iwan Krismiyanto Dukung Pendirian Kampus UNY di Blora

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 4 PTS Tolak Rencana Pendirian Kampus UNY di Blora

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aliansi Mahasiswa Blora Tolak Rencana Pembangunan Kampus UNY

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisruh Sumur Minyak Tua, Warga Rembang Dikeroyok 30 Orang di Japah Blora hingga Patah Kaki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Salah, Begini Cara Bedakan Kartu Keluarga Asli dan Salinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KPH Randublatung Berhasil Usir Blandong Pakai Senjata Api

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 10 Rekomendasi Oleh-oleh Khas Rembang yang Paling Banyak Digemari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perangkat Desa Sebut Polisi Geledah Rumah Tetangga Korban Pencurian Emas 96 Gram, Kapolsek Membantah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sering Dikira Sama, 8 Perbedaan Jeruk Pamelo Khas Pati dengan Jeruk Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Harian Muria

Adalah Media Online Yang menayangkan berita terbaru di jawa tengah, berita yang kami tayangkan padat dan terpercaya, meliputi info terbaru di karesidenan pati

© 2024 Harian Muria - PT. MEDIATAMA ANUGRAH PERS

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • News
  • Seputar Jateng
  • Artikel
  • Kajian Islam
  • Majalah Digital
  • HMTV
  • Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Box Redaksi

© 2024 Harian Muria - PT. MEDIATAMA ANUGRAH PERS