PATI, Harianmuria.com – Bawang merah menjadi salah satu komoditas andalan di Kabupaten Pati. Namun, karena kondisi cuaca selama dua tahun terakhir tidak menentu, membuat petani bawang merah cukup kesulitan dalam melakukan aktivitas budidaya. Karena kondisi budidaya terganggu, hampir 80 persen petani mengalami gagal panen dan collapse mendadak. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kabupaten Pati melalui Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kun Saptono.
“Dua tahun ini banyak petani yang collapse karena budidaya terganggu kondisinya. Itu hampir 80% seperti itu, gagal panen. Penyebabnya hama penyakit dan cuaca tidak menentu,” ungkapnya.
Saptono menyebut, tidak ada obat khusus untuk menangani hal tersebut. Pihak Dispertan Pati pun tidak mendapat anggaran untuk mengatasinya. Sebab, dirinya menjelaskan jika rata-rata petani bawang merah akan melakukan swadaya untuk mengatasi gagal panen karena cuaca.
Gagal Panen, Harga Bawang Merah di Jepara Alami Kenaikan
“Obat sebagus apapun kalau kondisi cuaca seperti ini, juga tidak membantu banyak. Ada memang beberapa petani yang berhasil, petaninya itu rajin setiap hari ke sawah dan memberikan obat-obatan secara rutin yang harganya cukup mahal. Tapi itu sebenarnya tidak serta merta menjadi acuan bisa menjadikan berhasil tanam karena kondisi cuaca yang seperti ini sudah berlangsung sejak awal tahun hingga sekarang,” terangnya saat ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini.
Meski begitu, pihaknya mengatakan akan ada bantuan intensifikasi dari pusat bagi petani bawang merah di Kabupaten Pati. Bantuan tersebut nantinya, diperkirakan berupa obat-obatan dan pupuk.
“Bantuan tidak semuanya, hanya beberapa kelompok saja yang rencana ada bantuan intensifikasi dari pusat. Kalau dari daerah tidak ada anggarannya karena refocusing. Obat-obatan nanti rencana 40 hektar di Batangan sama Jaken, untuk beberapa kelompok yang ditunjuk oleh Asosiasi Bawang Merah Indonesia di sana. Perkiraan bulan September hingga bulan Oktober nanti. Bantuannya nanti obat-obatan dan pupuk. Bibit pun tidak ada, karena harganya terlalu tinggi. Jadi, kita hanya berharap bantuan-bantuan dari pusat karena di Kabupaten tidak ada anggarannya,” tuturnya.
Menurut keterangannya, pertanian bawang merah saat ini terpantau berada pada hamparan-hamparan berukuran 10 hektar sampai 25 hektar. Hal tersebut dikarenakan sifat bawang merah yang apabila hanya ditanam di spot-spot tertentu, rawan akan hama penyakit. Dirinya juga menyampaikan jika stok bawang merah cukup rendah, karena stok di petani semakin tipis dan belum panen.
“Itu pun luas tanamnya juga berkurang karena di dua musim tanam sebelumnya di MT1 dan MT2. Itu juga mengalami hal yang serupa sehingga petani bawang merah istilahnya kehabisan modal. Sekarang ini, benih bawang merah mencapai Rp 60 ribu per kilo yang biasanya cuma Rp 15 ribu, Rp 20 ribu. Nah ini sampai Rp 60 ribu, sehingga kalau petani yang mau menanam ini pun biasanya yang memakai yang sudah beli beberapa waktu lalu. Yang mereka simpan atau di beberapa tempat yang petaninya bisa membuat bibit sendiri mereka cadangan untuk itu,” jelasnya. (Lingkar Network | Ika Tamara Dewi – Harianmuria.com)