PATI, Harianmuria.com – Satu siswa SMA di Kabupaten Pati tewas terbacok dalam aksi perkelahian antar geng remaja. Mirisnya, perkelahian dilakukan sebagai syarat adu mental dalam perekrutan anggota geng baru.
Korban berinisial SM (16) meninggal dunia usai mengalami pendarahan di kepala diakibatkan sabetan senjata tajam. Korban merupakan warga Desa Pelangitan yang masih duduk di bangku SMA.
Kasat Reskrim Polresta Pati Kompol M Alfan Armin menjelaskan, korban tergabung dalam geng bernama Slow berduel dengan seorang temannya di jalan antara Dukuh Gambiran, Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo dan Desa Puri, Pati kota.
Lawannya, dua orang anggota Maju Tabrak Geng (MTG). Mereka melakukan duel dengan berbekal senjata tajam.
“Pada hari Minggu 28 Juli, terjadi duel antara kelompok remaja MTG dengan kelompok remaja Slow di Jalan Desa Gambiran, Puri. Dimana, sebelumnya kedua kelompok ini sudah janjian untuk bertemu di lokasi untuk melakukan duel dua lawan dua dengan menggunakan sajam,” ujarnya Selasa, 30 Juli 2024.
Akibat duel tersebut, kepala korban terkena sabetan dari sajam milik seorang anggota geng MTG. Kepala korban mengucurkan darah hingga harus dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Bangsa.
Nahas, pada Senin 29 Juli 2024 tepatnya siang hari, nyawa korban tak terselamatkan. Dari hasil autopsi, korban meninggal akibat adanya pendarahan di kepala.
“Jadi direncanakan duel di jalan kayak area persawahan Desa Gambiran. Kemudian, setelah terjadi duel dimana kesepakatan awal untuk sajam diarahkan ke bawah. Namun, dalam pelaksanaan sajam ternyata mengenai kepala dari korban,” ungkapnya.
Saat ini, Satreskrim Polresta Pati telah menangkap 7 tersangka orang yang terlibat di pertarungan antar geng tersebut.
Saudara AWU (20) warga Desa Puri yang berperan sebagai admin medsos dan ketua geng Slow yang berperan sebagai pengatur aksi duel.
Kemudian, saudara HP (23) warga Desa Sidokerto yang berperan sebagai admin di geng MTG, 3 orang yang ikut berduel dan 2 orang lainnya yang tergabung dalam kedua geng tersebut.
“Untuk para tersangka dan anak karena awalnya penetapan tersangka korban masih hidup, kami sangka dengan pasal 2 ayat 1 UU darurat tentang membawa Sajam dan juga pasal 76 C junto pasal 80 ayat 2 UU 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun namun setelah korban meninggal, kami melakukan gelar perkara kemudian pada anak dan tersangka ini kami ancam dengan pasal 76 C junto 80 ayat 3 UU 35 tahun 2018 tentang penganiayaan terhadap anak yang menyebabkan meninggal dunia dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun,” jelas dia.
Adapun barang bukti yang turut diamankan yakni tiga buah senjata tajam, lima unit smartphone dan 5 unit sepeda motor.
“Kemudian dua buah handphone dari admin medsos dari masing-masing kelompok,” tandasnya. (Lingkar Network | Setyo Nugroho – Harianmuria.com)