Harianmuria.com – Berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk berkomitmen menikah memanglah hal yang wajar. Namun jika perasaan itu sudah sampai membuat ketakutan yang berlebihan, bisa jadi Anda mangalami gamophobia.
Gamophobia merupakan perasaan takut yang berlebihan untuk menjalin komitmen dan menikah. Berbeda dengan rasa takut biasanya, orang yang mengalami gamophobia seringkali mengalami gangguan kecemasan dan serangan panik.
Fobia ini dapat muncul karena adanya trauma akan kegagalan hubungan di masa lalu. Atau pengalaman kelam di masa kecil seperti melihat hubungan orang tua yang tidak harmonis maupun perceraian.
Mengutip dari Alodokter, rasa takut yang dialami seorang gamophobia bersifat jangka panjang dan berdampak langsung di kehidupan pribadinya setidaknya selama 6 bulan atau bisa juga lebih. Sementara gejala fisik yang dialami oleh gamophobia, yaitu jantung berdebar, berkeringat, sesak napas, nyeri dada, pusing, dan mual.
Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari seseorang yang menderita gamophobia. Berikut tanda-tanda orang yang mengalami fobia komitmen.
- Menghindari hubungan yang mengarah ke jenjang serius dan lebih memilih untuk menjalani hubungan tanpa status atau situationship
- Merasa tertekan tiap kali menjalin hubungan
- Selalu memikirkan tentang kehancuran suatu hubungan
- Mengakhiri hubungan yang baik dengan alasan karena kebutuhan untuk “melarikan diri”
- Merasa cemas yang berlebihan dan tidak terkontrol tiap kali memikirkan tentang hal-hal berbau komitmen dan masa depan dengan pasangan
- Menghindari segala topik pembicaraan yang menyangkut tentang pernikahan
Namun bukan berarti masalah ini tidak dapat ditangani. Sebab mungkin saja kegagalan hubungan yang selama ini Anda alami dapat terselesaikan dengan menangani gamophobia. Hal yang dapat dilakukan yakni melakukan terapi diri untuk mengenali kemungkinan mengapa komitmen atau pernikahan menjadi suatu ketakutan terbesar dalam hidup.
Selain itu, orang gamophobia perlu melakukan terapi pasangan dengan melakukan aktivitas berdua bersama kekasih. Diantaranya seperti menghabiskan akhir pekan bersama, membiasakan untuk berpegang tangan di depan umum atau orang-orang yang dikenal, membicarakan hal-hal yang ingin dilakukan bersama, dan membuat rencana setiap akan melakukan kegiatan bersama.
Pada akhirnya konsultasi kepada psikolog maupun psikiater untuk menangani fobia komitmen adalah hal yang tepat. Sebab penanganan yang baik hanya bisa dilakukan oleh tenaga ahli agar permasalahan bisa segera diatasi, dan bisa mungkin jangan sampai melakukan self diagnosis atau asumsi akan suatu penyakit yang hanya berlandas pada pengetahuan sendiri. (Lingkar Network | Harianmuria.com)