KUDUS, Harianmuria.com – Pemerintah pusat telah menetapkan kebijakan efisiensi anggaran melalui terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini pun diprediksi akan imemberikan dampak negatif terhadap industri perhotelan.
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kudus, Muhammad Kirom, kebijakan efisiensi tersebut menyebabkan penurunan pendapatan hotel, terutama dari kegiatan Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE) yang berasal dari instansi pemerintah.
Bahkan, kata Kirom, berkurangnya kegiatan MICE tersebut bisa menyebabkan pendapatan hotel menurun hingga 30 persen.
“Dengan adanya efisiensi anggaran, sektor jasa akomodasi seperti hotel bintang di Kudus mengalami dampak, terutama dari berkurangnya penyelenggaraan acara pemerintah di hotel,” katanya, Selasa (18/2/2025).
Namun, lanjutnya, dampak efisiensi yang terjadi pada hotel-hotel di Kudus tidak seburuk di kota-kota besar seperti Semarang atau Jakarta. Hal ini karena karakter perhotelan di Kudus masih didominasi oleh tamu yang menginap, baik dari sektor industri maupun wisatawan.
“Di kota besar, pendapatan hotel banyak bergantung pada kegiatan MICE. Namun, di Kudus, masih ada tamu dari sektor industri dan wisata, sehingga penurunannya tidak terlalu drastis,” ungkapnya.
Meski demikian, PHRI Kudus tetap mencari solusi agar industri perhotelan tetap bertahan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menawarkan alternatif bisnis seperti penyewaan dapur kepada restoran yang membutuhkan fasilitas masak besar, penyediaan layanan katering, serta pengembangan paket wisata berbasis hotel.
“Beberapa hotel sudah menawarkan penyewaan dapur ke restoran dan jasa boga lainnya. Ini menjadi solusi untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada,” jelasnya.
Selain itu, hotel-hotel di Kudus juga mulai beradaptasi dengan konsep hybrid event, yaitu mengombinasikan pertemuan offline (tatap muka) dan online (daring) untuk tetap menarik pasar dari sektor bisnis dan pemerintahan yang mulai beralih ke sistem daring.
Terkait kemungkinan revisi kebijakan, Kirom berharap ada pertimbangan dari pemerintah pusat untuk memberikan kelonggaran bagi industri perhotelan yang masih dalam tahap pemulihan pascapandemi Covid-19.
“Kami berharap ada peninjauan kembali terhadap kebijakan ini, karena sektor perhotelan masih dalam tahap pemulihan pascapandemi. Kebijakan efisiensi anggaran memang penting, tetapi sebaiknya ada keseimbangan agar industri ini tetap bisa bertahan,” harapnya.
Di tingkat nasional, PHRI telah mengajukan audiensi dengan pemerintah pusat untuk menyampaikan dampak kebijakan ini terhadap industri perhotelan. Sementara itu, di tingkat daerah, PHRI Kudus terus melakukan komunikasi dengan pemangku kebijakan untuk mencari solusi terbaik bagi sektor jasa akomodasi di wilayah ini.
“Efisiensi anggaran memang perlu, tetapi sektor pariwisata, termasuk perhotelan, juga perlu mendapatkan perhatian. Kami akan terus berupaya agar industri ini tetap berjalan dengan berbagai inovasi,” pungkasnya.
(NISA HAFIZHOTUS SYARIFA – Harianmuria.com)