PEKALONGAN, Harianmuria.com – Proyek pembangunan Bendung Gerak Tirto di Kabupaten Pekalongan terancam terhambat akibat penolakan sejumlah pemilik lahan terhadap nilai ganti rugi. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pekalongan, Yulian Akbar, memberikan klarifikasi usai mengikuti rapat paripurna DPRD, Selasa malam, 15 Juli 2025.
Menurut Yulian, proses pembebasan lahan musnah masih berjalan dan pemerintah tetap mengacu pada hasil appraisal independen yang telah dilakukan secara profesional. Ia menegaskan bahwa penanganan rob di wilayah Tirto merupakan prioritas yang sudah diupayakan sejak lama dan kini memasuki tahap krusial.
“Penanganan rob, khususnya di Tirto, sudah kita perjuangkan bertahun-tahun. Saat ini kami fokus pada penyediaan lahan agar pembangunan bisa segera dimulai. Anggarannya besar, dan ini langkah maju yang penting,” ujarnya.
Polemik Harga Tanah Musnah
Salah satu hambatan utama datang dari sejumlah pemilik tanah musnah di wilayah Tirto yang menolak harga Rp29.500 per meter yang ditetapkan tim appraisal. Warga menganggap harga tersebut terlalu rendah dan meminta kompensasi hingga Rp400.000 per meter.
Namun, menurut Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan, Sumar Rosul, harga tersebut sudah sesuai dengan kondisi lapangan. Ia menyebut status tanah yang dimaksud memang telah menjadi area perairan akibat rob, sehingga tidak bisa dihargai seperti tanah kering atau produktif.
“Nilainya sudah layak untuk kondisi tanah musnah. Kita tidak bisa menyamakan dengan harga lahan normal,” ujarnya..
Pemerintah Lakukan Pendekatan Persuasif
Yulian menambahkan bahwa pemerintah tetap melakukan sosialisasi secara persuasif kepada warga yang keberatan. Ia menekankan bahwa proyek ini demi kepentingan umum dan harus dijalankan tanpa melanggar aturan.
“Kami memahami keberatan warga, tapi proses ini penting untuk kepentingan yang lebih besar. Pemerintah tetap patuh pada aturan dan mengutamakan pendekatan yang humanis,” jelasnya.
Proyek Bendung Gerak Tirto membutuhkan sekitar 2,3 hektare tanah musnah, yang terdiri dari 20 bidang milik enam orang warga. Pembebasan lahan non-musnah akan dilakukan dalam tahap berikutnya setelah tahap awal ini rampung.
Yulian menambahkan bahwa proyek ini merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah, demi mengatasi banjir rob yang telah lama menjadi masalah warga Pekalongan, khususnya di wilayah pesisir seperti Tirto.
“Kami berharap semua pihak bisa melihat proyek ini sebagai upaya bersama untuk jangka panjang. Ini bukan hanya soal harga tanah, tapi soal penyelamatan wilayah dari rob yang terus meluas,” pungkasnya.
(LINGKAR NETWORK – Harianmuria.com)