BLORA, Harianmuria.com – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Blora mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora untuk segera menyelesaikan kasus kredit macet di Perusahaan Umum Daerah (Perumda) BPR Bank Blora Artha, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Desakan ini disampaikan oleh juru bicara Fraksi PDIP, Ali Mahmudi, dalam Rapat Paripurna DPRD Blora yang digelar pada Kamis, 26 Juni 2025. Rapat tersebut membahas Pandangan Umum Fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Blora Tahun 2025–2029.
Dalam pandangannya, Fraksi PDIP menyoroti tujuh poin penting terhadap RPJMD yang diajukan Pemkab, dan menempatkan penyelesaian kasus kredit macet Bank Blora Artha sebagai prioritas utama.
“Pertama, menindaklanjuti kasus kredit macet di Bank Blora Artha,” kata Ali Mahmudi saat membacakan pandangan fraksi.
Ali Mahmudi juga meminta Direktur Bank Blora Artha agar secara terbuka menjelaskan progres penyelesaian kasus tersebut. “Kami meminta Direktur Bank Blora Artha dapat menjelaskan sejauh mana proses penyelesaian kredit macet di BUMD ini,” tambahnya.
Diketahui, kondisi keuangan BPR Bank Blora Artha saat ini sedang tidak sehat. Kredit macet yang menumpuk dilaporkan mencapai puluhan miliar rupiah, tidak hanya berasal dari wilayah Kabupaten Blora, tetapi juga dari luar daerah.
Kasus ini juga menjadi perhatian penegak hukum. Pada 31 Oktober hingga 1 November 2024, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah melakukan pendalaman terhadap dugaan gratifikasi yang diduga menjadi penyebab kredit macet di Bank Blora Artha.
Sedikitnya enam pejabat Bank Blora Artha telah dimintai klarifikasi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora, di antaranya Direktur Utama Bank Blora Artha, Dewan Pengawas, Kepala Bagian Analisa dan Support Kredit, Kepala Bagian Pemasaran, dan Kepala Sub Bagian Analisis dan Support Kredit.
Fraksi PDIP meminta kasus ini segera dituntaskan agar tidak menghambat pembangunan daerah, mengingat BUMD seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi lokal, bukan justru menjadi beban keuangan daerah.
(EKO WICAKSONO – Harianmuria.com)