Harianmuria.com – Thariqat menjadi sebuah pondasi dasar agar tiap individu tidak melenceng dari apa yang sudah diajarkan. Namun, di Indonesia sendiri keberadaan thariqat memiliki beraneka ragam rupa.
Thariqat sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti aliran-aliran tasawuf atau sifisme Islam. Thariqah berasal dari kata thariq yang artinya jalan (petunjuk atau cara), metode (sistem), madzhab (aliran atau haluan), dan tiang tempat berteduh, tongkat, atau paying.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tarekat merupakan jalan menuju kebenaran, cara atau hidup dalam keagamaan, serta persekutuan para penuntut ilmu tasawuf.
Diantara tarekat yang ada di Indonesia ialah Qadariyah, Rifa’iyah, Naqsabandiyah, Akmaliyah, Shiddiqiyah, hingga Al-Mu’tabarah.
Thariqah Al-Mu’tabarah sendiri bagi warga nahdhiyin (sebutan ormas Nahdhatul Ulama) merupakan sebuah pondasi rumah. Tidak hanya itu, tarekat ini juga menjadi hal penting bagi pesantren bahkan PKB.
Menurut Ro’is A’am Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’Tabarah An Nahdliyah, KH Habib Luthfiy Ali bin Yahya datangnya Islam di bumi nusantara juga berlangsung karena sebab thariqat.
“Karena masuknya Islam ke bumi Nusantara, diawali dengan masuknya thariqat, jadi thariqat adalah peletak dasar bangunan NU. Kekuatan inilah yang menjadikan NU mengakar di tengah-tengah jama’ah dan jamiyyahnya,” tutur Habib Lutfy dilansir dari Nu.or.id.
Sejarah telah membuktikan bahwa penyebaran agama Islam yang amat pesat berkat adanya campur tangan para ulama atau dikenal dengan Wali Allah, baik di India, Afrika Utara, Afrika Selatan, hingga Indonesia.
Di Indonesia terdapat banyak ulama-ulama yang andil dalam penyebaran Islam. Seperti Syekh Nuruddin Ar Raniri, Syekh Abdurrauf Singkly, Syekh Syamsuddin Sumatrani, dan masih banyak lagi sebagai tokoh penyebar ajaran Islam di Aceh. Khususnya di Jawa, terkenal 9 sosok legendaris yang dikenal dengan sebutan Walisongo.
“Jadi sufisme atau dalam Islam diberi nama tasawuf, bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan. Intisari sufisme, adalah kesadaran akan adanya komunikasi rohaniah antara manusia dengan Tuhan lewat jalan kontemplasi. Jalan kontemplasi tersebut, dalam dunia tasawuf dikenal dengan istilah tarekat,” terang Habib Lutfy.
Tarekat sendiri dalam dunia tasawuf mulai muncul pada abad ke-6 dan ke-7 Hijriyah. Dalam perkembangan selanjutnya tarekat berkembang menjadi semacam organisasi yang berisi kegiatan wirid, dzikir, tetapi pada masalah yang bersifat duniawi.
Tidak dipungkiri kemunculan tarekat tak terhitung jumlahnya, sehingga kaum sufi mengelompokkannya menjadi 2 jenis. Pertama tarekat mu’tabarah, yakni thoriqoh yang muthasil (tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua terekat ghairu mu’tabarah, yaitu thoriqoh yang munfasil (tidak tersambung) sanadnya kepada Rasulullah.
Untuk menghindari penyimpangan, ormas agama terbesar di Indonesia NU meletakkan dasar-dasar sesuai khittah ahlussunnah waljamaah. NU membina keselarasan tasawuf Imam Al-Ghazali dengan tauhid Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, dengan hukum fikih sesuai dengan salah satu dari 4 Imam madzhab sunni.
Atas dasar itulah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) dibentuk. Kehadirannya memiliki misi untuk memberikan sebuah rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang mu’tabar dan ghairu mu’tabar.
Organisasi ini secara de facto terbentuk pada Juni 1979 M atau bertepatan dengan bulan Rajab 1399 H. Namun bibit-bibit organisasi ini muncul saat Muktamar NU ke-26 di Semarang. Sedangkan seacara amaliyahnya, tarekat ini sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW diutus menyebarkan agama Islam di bumi.
Organisasi ini pun diinisiasi oleh ulama-ulama Indonesia yang berpaham ahlus sunnah wal jamaah. Antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, Dr KH ldham Chalid, KH Masykur serta KH Muslih.
Jatman hadir sebagai wadah menetapkan tarekat yang mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah. Serta memiliki tujuan awal untuk mengusahakan berlakunya syar’iat Islam dhahir-batin dengan berhaluan ahlussunnah wal jamaah yang berpegang salah satu dari mazhab empat, mempergiat dan meningkatkan amal saleh dhahir-batin menurut ajaran ulama saleh dengan baiah shohihah; serta mengadakan dan menyelenggarakan pengajian khususi/ tawajujuhan (majalasatudzzikri dan nasril ulumunafi’ah).
Jatman pertamakali melaksanakan muktamarnya pada 10 Oktober 1957 atau tanggal 20 Rajab di Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang. 1377 H dan diprakarsai oleh beberapa ulama dari Magelang dan sekitarnya, seperti KH Chudlori, KH Dalhar, KH Siradj, serta KH Hamid Kajoran.