KUDUS, Harianmuria.com – Perpustakaan saat ini bukan hanya sebagai tempat membaca buku saja, tapi juga wadah untuk nguri-uri atau melestarikan kebudayaan.
Hal ini yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Muria Kudus (UMK), dengan menggelar talkshow bertema ‘Menghidupkan Kekudusan: Harmoni antara Sejarah, Budaya dan Modernitas’, Jumat, 20 Desember 2024. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Pojok Kekudusan Perpustakaan UMK, dengan menghadirkan narasumber pegiat seni dan budaya Kudus, Ketua Keluarga Segitiga Teater Kudus, sekaligus Wakil Ketua Lesbumi Kudus, Ahmad Zaki Yamani.
Ketua Perpustakaan UMK, Hayu Mariana Sulistiawati menyampaikan, perpustakaan UMK memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk tidak hanya menjadi pusat literasi. Akan tetapi juga sebagai wadah untuk menghidupkan dialog antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
“Tema ini memiliki makna yang sangat relevan dengan identitas kita, terutama dalam menjaga dan merawat nilai-nilai luhur sejarah serta budaya lokal yang ada di Kudus, sembari tetap mengikuti arus modernitas yang terus berkembang,” tuturnya.
Acara talk show ini, lanjutnya, adalah salah satu langkah untuk menghidupkan diskusi dengan melibatkan narasumber yang kompeten di bidangnya, baik dari aspek sejarah, kebudayaan, maupun perspektif modern.
“Harapan kami, melalui talk show ini, para peserta dapat memperoleh wawasan yang mendalam mengenai bagaimana kita dapat menjaga harmoni antara tradisi dan inovasi. Dengan demikian, kita mampu membangun masyarakat yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga kokoh berakar pada nilai-nilai budaya yang menjadi identitas kita,” ungkapnya.
Sementara itu, narasumber Ahmad Zaki Yamani menjelaskan Kudus dikenal sebagai kota yang kaya akan sejarah dan budaya, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam yang diwarnai oleh kearifan lokal.
Kekudusan sebagai konsep tidak hanya merujuk pada agama, tetapi juga pada upaya menjaga nilai luhur, budaya, dan identitas di tengah modernitas.
“Akan tetapi, modernitas membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Tantangan utama adalah menjaga agar nilai sejarah dan budaya tidak hilang dalam arus globalisasi,” jelasnya.
Mengedukasi masyarakat, sambung Zaki, terutama generasi muda, tentang pentingnya menjaga dan melestarikan warisan sejarah dan budaya memang tidaklah mudah. Perlu adanya penjembatan antara nilai tradisi dengan perkembangan teknologi dan inovasi modern.
“Harapannya peserta dapat menemukan solusi kreatif dalam merawat kekudusan di era modern dengan menjaga peninggalan sejarah seperti Masjid Menara Kudus dan tradisi lokal (Gusjigang, Dhandhangan, Bulusan),” pungkasnya. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus S – Harianmuria.com)