REMBANG, Harianmuria.com – Peringatan Isra Mi’raj menjadi saksi berkumpulnya dua organisasi Islam terbesar Indonesia Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Momen langka ini terlihat saat pengajian umum memperingati Isra’ Mi’raj di SMK Muhammadiyah Gunem, Sabtu (18/2), di mana kader dari kedua organisasi itu berkumpul dalam satu ruangan.
Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Rembang Mohammad Anshori Sholih mengatakan acara yang diprakarsai oleh Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ini tergolong jarang. Ia berharap ke depan akan semakin banyak kegiatan yang bisa menggandeng NU.
“Saya sama tokoh-tokoh NU di Rembang sudah biasa, bahkan ada yang tiap hari ketemu, karena kebetulan satu tempat kerja. Secara organisasi, NU dan Muhammadiyah juga terlibat kerja sama yang sifatnya saling menguatkan. Misal di kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH),“ ujar Anshori.
Sementara itu, Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Gunem, Ismangun menuturkan pihaknya sudah terbiasa bekerja sama dengan Muhammadiyah. Contohnya, ketika muncul keresahan tentang keberadaan kafe karaoke di Kecamatan Gunem, ia bersama Kyai Rohmat, sesepuh Muhammadiyah yang tinggal di Gunem, bersama-sama menemui pihak Polsek dan Kecamatan.
“Salut dengan kegiatan ini, untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, antara NU dan Muhammadiyah. Di Kecamatan Gunem rukun, bahkan ketika pak Rohmat punya kerja, saya yang jadi pembawa acaranya,“ ujarnya.
Dalam pengajian tersebut, diisi oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Tafsir.
Tafsir mengungkapkan, umat perlu diajak mengetahui proses bagaimana perbedaan terjadi antara NU dan Muhammadiyah. Pasalnya, seringkali hanya ditonjolkan pada hasil akhir perbedaan.
“Tahu proses perbedaan itu penting, seringnya kita hanya menerima yang sudah jadi. Semua bisa dijembatani lewat penjelasan yang adil dan seimbang. NU memahami, Muhammadiyah memahami,“ terangnya.
Ia mencontohkan, penentuan awal puasa dan Hari Raya idul Fitri. Meski kadang terjadi perbedaan, namun hal itu tidak sampai memicu kerenggangan umat.
“Pertama karena pencerahan terus menerus. Kedua, sudah terbiasa sehingga tidak ada ribut lagi. Yang penting ikuti jumhur (mayoritas) nya. Di Indonesia, jumhur-nya ya NU dan Muhammadiyah,“ pungkasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Harianmuria.com)