BLORA, Harianmuria.com – Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Paguyuban Sopir Blora Mustika (PSBM) turun ke jalan untuk menggelar aksi demonstrasi menolak kebijakan Over Dimension Over Load (ODOL), Senin, 23 Juni 2025, di Lapangan Kridosono, Kabupaten Blora.
Tak hanya menolak kebijakan ODOL, para sopir juga menyerukan enam tuntutan utama dan membawa pesan-pesan kritik tajam terhadap ketimpangan hukum, praktik pungli, hingga mafia bahan bakar minyak (BBM) yang dinilai lebih merugikan dari pelanggaran ODOL itu sendiri.
Poster-poster bernada kritik terpampang di badan truk, mencerminkan keresahan para sopir di lapangan. Beberapa di antaranya berbunyi “ODOL dipenjara, koruptor dibiarkan. Wanimu karo sopir!”, “Mafia BBM dipelihara, pengusaha dibela, sopir disalahkan”, dan “Dipaksa sehat di negara yang sakit.”
Perwakilan PSBM, Ahmad Masrueb, menegaskan bahwa aksi ini lahir dari keresahan para sopir truk terhadap kebijakan ODOL dan perlakuan hukum yang dinilai tidak adil.
PSBM menyampaikan enam poin tuntutan mereka:
- Hentikan operasi penindakan ODOL di wilayah Kabupaten Blora.
- Tolak pasal 27 dan 307 dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
- Berantas premanisme dan praktik pungli di jalur distribusi.
- Jamin perlindungan hukum bagi sopir truk.
- Tegakkan kesetaraan hukum dalam praktik di lapangan.
- Dorong regulasi tarif angkutan yang adil dan berkeadilan.
Menurut Masrueb, kebijakan ODOL telah menimbulkan dampak domino terhadap biaya logistik, harga sembako, dan kesejahteraan sopir. Ia menilai, pemberlakuan sanksi pidana dan denda yang tinggi sangat membebani para sopir.
“Aturan menyebutkan pelanggaran over dimension bisa dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp24 juta. Sedangkan over load kena 2 bulan penjara dan denda Rp500 ribu. Ini sangat memberatkan,” tegasnya.
Masrueb menyoroti praktik umum di lapangan, di mana sopir kerap menjadi pihak yang paling dirugikan akibat beban muatan yang ditentukan oleh pemilik barang.
“Contohnya, bos beras minta 10 ton, padahal truk hanya mampu 4 ton. Kalau tidak dituruti, bos rugi. Tapi kalau dituruti, sopir yang kena sanksi,” ungkapnya.
Ia juga mengungkap adanya praktik pungli yang marak di luar Blora, terutama di jalur penyeberangan yang kerap dilewati truk logistik. Meski begitu, ia mengapresiasi kondisi di Blora yang menurutnya bebas pungli.
Aksi damai ini mendapat perhatian dari pemangku kebijakan. Sejumlah pejabat turut menandatangani pernyataan aksi, di antaranya Ketua DPRD Blora Mustopa, Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto, Kepala Dinas Perhubungan dan Perumahan Rakyat (Dinrumkimhub) Pitoyo, serta Ketua Aksi PSBM Didik.
Dengan dukungan ini, para sopir berharap aspirasi mereka tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti dengan kebijakan yang adil dan berpihak pada pekerja lapangan.
(EKO WICAKSONO – Harianmuria.com)