PATI, Harianmuria.com – Bupati Pati terpilih Sudewo mengkritik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di wilayah setempat saat ini sangat tidak sehat. Dirinya menyoroti belanja pegawai yang menghabiskan anggaran hingga 45 persen dari total APBD.
“APBD Kabupaten Pati sungguh sangat tidak sehat. Saya tidak berusaha untuk mencari kambing hitam, tidak mencari kesalahan seseorang. Tetapi saya berangkat dari situasi kondisi semacam ini,” ucap Sudewo saat menghadiri Tasyakuran Harlah ke-102 NU di Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, menurut dia, besaran belanja pegawainya masih di bawah 45 persen.
“Kabupaten yang lain paling besar 35 persen, ada yang menonjol sampai 37-38 persen,” ujarnya.
la menyebut pegawai honorer menjadi penyebab besarnya anggaran belanja pegawai di Kabupaten Pati.
“Mengapa sampai sebesar itu? Karena banyaknya pegawai honorer yang diterima sebelum tahun 2023 atau tidak salah Oktober 2022, banyak sekali,” sebutnya.
Terlebih, lanjut dia, honorer-honorer tersebut sudah didaftarkan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) sehingga pemerintah daerah tetap berkewajiban untuk menggaji.
“Honorer itu langsung didaftarkan di BKN, asal sudah terdaftar di BKN, APBD harus menggaji. Di RS Soewondo itu ada 1.100 sekian pegawai. Pegawai negerinya 569, PPPK 110, honorernya 525, sangat tidak proporsional. Jumlah pegawai negeri dengan honorer itu sama, bahkan lebih besar honorer,” jelasnya.
Sebagai informasi, mengutip dari laman Kementerian Keuangan RI, belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta pegawai honorer yang akan diangkat menjadi pegawai lingkup pemerintah baik sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit organisasi pemerintah.
Ketentuan mengenai belanja pegawai daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Hal-hal yang diatur meliputi belanja pegawai daerah di luar tunjangan guru yang diadakan melalui TKD (Transfer ke Daerah) paling tinggi 30 persen dari total belanja APBD. Apabila persentase belanja pegawai sudah melebihi 30 persen, daerah harus menyesuaikan porsi belanja pegawai paling lama lima tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ditetapkan. (Lingkar Network – Harianmuria.com)