JAKARTA, Harianmuria.com – Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai imbas efisiensi anggaran yang diinstruksikan pemerintah mendapat sorotan Mohammad Toha, anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB. Ia menegaskan kebijakan efisiensi anggaran itu jangan sampai mengorbankan tenaga honorer.
Seperti diketahui, kebijakan efisiensi anggaran yang diteken Presiden Prabowo Subianto lewat Inpres Nomor 1 Tahun 2025 masih menuai polemik. Toha menyebut, efisiensi anggaran itu bukan bertujuan untuk mengurangi jumlah pegawai honorer, melainkan untuk penghematan di sektor tertentu seperti penyewaan mobil dinas pejabat, pembangunan infrastruktur non-prioritas, dan kegiatan seremonial.
“Belanja operasional, gaji pegawai itu tidak terkurangi sama sekali. Belanja modal itulah yang harusnya dikurangi, termasuk pembangunan infrastruktur non prioritas,” kata Thoha seperti dikutip TVR Parlemen, Selasa (18/2/2025).
“Yang diwajibkan di sini (efisiensi anggaran) adalah belanja operasional atau variable cost. Kalau belanja modal itu kan bisa ditunda, seperti pembelian mobil, sewa mobil dan sebagainya,” sambung anggota DPR dari Dapil Jateng V itu.
Toha menyayangkan banyaknya tenaga honorer terkena PHK. Menurutnya, penghematan anggaran yang dicanangkan Presiden Prabowo ini memiliki tujuan yang baik, bukan malah mengorbankan nasib pegawai honorer. “Ini bertujuan untuk mengakomodasi visi dan misi presiden,” lanjutnya.
Toha juga meminta agar mitra kerja DPR, khususnya BKN, KPU, Bawaslu, dan Kemendagri tidak memangkas anggaran belanja pegawai.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf. Ia meminta agar pemerintah memikirkan nasib tenaga honorer yang terkena PHK di tengah efisiensi anggaran. “Apalagi, PHK ini dilakukan menjelang Ramadan dan Idulfitri,” ujarnya.
Selain tenaga honorer, banyak juga yang mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tetapi belum mendapatkan formasi hingga kini, karena imbas efisiensi anggaran.
“Banyak saudara kita yang ikut PPPK honorer, tiba-tiba sekarang belum dapat formasi, dan efisiensi memotong pendapatan mereka di tengah momen Ramadan dan lebaran,” kata anggota dari Dapil Jabar II itu.
Dede meminta pemerintah untuk memprioritaskan pengalokasian gaji bagi tenaga honorer dan PPPK, agar tidak terjadi pengurangan pendapatan yang dapat berdampak pada kesejahteraan mereka. “Ini sangat penting, pemerintah harus benar-benar memprioritaskan gaji. Jadi jangan sampai gaji itu hilang,” tegasnya.
Dalam konteks kebijakan efisiensi, Dede mengingatkan agar jangan ada tenaga honorer yang kehilangan gaji atau bahkan terkena PHK. Untuk mengatasi hal tersebut, Dede Yusuf dan pihak Komisi II DPR RI memberikan solusi untuk menerapkan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH), sama seperti ketika pandemi Covid-19 melanda.
“Kita memang belum punya data pasti berapa banyak yang kena PHK, tetapi DPR meminta tidak boleh ada yang ter-PHK. Makanya sekarang ada konsep work from home, mungkin ada pengurangan dari sisi efisiensi ini harus kita pahami semua, tetapi jangan sampai mereka tidak punya pendapatan sama sekali,” paparnya.
(YUYUN HU – Harianmuria.com)