HARIAN MURIA – SUNAN Kudus dan Sunan Muria pun membawa pengaruh besar terhadap keberhasilan dakwah Islam di Kabupaten Kudus. Diketahui, Sunan Kudus terkenal dengan ajarannya mengenai toleransi atar umat beragama. Sementara Sunan Muria dikenal sebagai Waliyullah yang mampu mengakulturasi budaya Jawa dan Islam saat berdakwah di sekitar Gunung Muria.
Jejak sejarah peninggalan ajaran para wali pun masih banyak ditemukan di Kabupaten Kudus hingga saat ini. Salah satunya yakni Masjid Jami’ Nur Nganguk Wali yang terletak di Kelurahan Kramat, Kecamatan Kota Kudus yang masih kokoh berdiri.
Masjid Jami’ Nur Nganguk Wali disebut sebagai tempat perkumpulan Walisongo ketika mendiskusikan perkembangan dakwah Islam di Nusantara.
Pengurus Masjid Jami’ Nur Nganguk Wali, Muhammad Mujiono (56) menceritakan, masjid tersebut konon dibangun oleh Sunan Kudus pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1.500-1.600 Masehi.
Masjid ini disebut sebagai masjid pertama yang dibangun Sunan Kudus di wilayah Kota Kretek. Sehingga menjadi saksi penyebaran Islam pertama di wilayah tersebut.
Ia menjelaskan, masjid ini diyakini sebagai masjid pertama yang dibangun Sunan Kudus sebelum Masjid Al Aqso di komplek Menara Kudus, dan setelah dibangunnya Masjid Agung Demak.
Kemudian Masjid Nganguk dihibahkan atau dihadiahkan kepada Kyai Telingsing, sebagai guru budaya dan bentuk tawadhu’ Sunan Kudus kepada sosok Kyai Telingsing atas ajaran budaya yang diberikan.
“Berdasarkan beberapa cerita dari para ulama yang pernah bersinggungan dengan Masjid Nganguk Wali termasuk Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, dimungkinkan masjid ini dibangun abad ke-16. Kalau ditarik sekitar tahun 1.500,” paparnya.
Terdapat lima item peninggalan wali yang masih dirawat dengan baik di masjid tersebut. Lima item itu menjadi bukti sejarah penyebaran Islam di wilayah Kabupaten Kudus.
Pertama, mustaka Masjid Nganguk Wali masih menggunakan mustaka pertama yang terbuat dari tanah. Mustaka ini dipertahankan sebagai ciri khas bangunan tua Masjid Nganguk Wali yang saat ini masih kokoh berdiri.
Kedua, empat soko atau tiang masjid masih asli terbuat dari kayu jati yang masih terlihat kuat dan kokoh sebagai penyangga utama bangunan masjid.
Ketiga, terdapat pula 12 soko pendamping dari kayu jati yang masih dipertahankan keasliannya.
Keempat, Sumur Kotak disebut sebagai peninggalan sejarah penyebaran Islam saat pertama kali masjid dibangun. Sumur ini berbentuk kotak dan konon berjumlah empat untuk digunakan wudhu.
Namun, kini tinggal menyisakan satu sumur aktif berada di dalam masjid, masih bisa digunakan sebagai tempat wudhu jamaah laki-laki. Air dari sumur ini juga seringkali diambil masyarakat sekitar untuk digunakan sebagai terapi pengobatan.
Kelima, jemblok atau jeding yaitu bak penampungan air yang bersumber dari Sumur Kotak masih dipertahankan. Terdapat dua buah bak penampungan air yang berbentuk kotak dan bulat. Konon tempat ini selalu terisi air dari Sumur Kotak yang tak pernah kering.
“Beberapa item itu merupakan peninggalan Wali yang masih ada dan kami rawat dengan baik,” pungkasnya. (NISA – LINGKAR)