PATI, Harianmuria.com – Situs sejarah berupa Pintu Gerbang Majapahit atau yang di beri nama Bajang Ratu ini terletak di desa Muktiharjo, kecamatan Margoharjo, kabupaten Pati.
Situs ini merupakan satu-satunya peninggalan kerajaaan Majapahit yang masih dapat dijumpai di Kabupaten Pati sampai sekarang. Usia pintu gerbang yang sudah mencapai rastusan tahun ini sarat akan cerita pelajaran sejarah.
Saat ditemui di kediamannya, Budi Santoso (90), selaku mantan juru kunci mengisahkan seputar pernak-pernik masa lampau Pintu Gerbang yang mistis. Bajang Ratu ini dahulu disebut-sebut sebagai pintu menuju kaputren atau khusus lingkungan wanita kerajaan.
“ Pintu yang terbuat dari kayu jati ini bukanlah pintu utama karena saat kehancuran Majapahit pintu utama telah hancur lebur dengan tanah, melainkan pintu menuju kaputren atau khusus lingkungan wanita kerajaan” Ujar Budi pada Minggu (18/09).
Ornamen pada pintu sebelah kanan Bajang Ratu mengisahkan sejarah Ratu Majapahit, Ratu Kencanawungu yang memiliki kisah dengan Damarwulan. Sedangkan pada pintu sebelah kiri menggambarkan peperangan antara Menak Jinggo dan Damarwulan yang pada akhirnya di menangkan oleh Damarwulan.
Di sisi lain, cerita dibalik berpindahnya Pintu Gerbang Majapahit dari Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, bermula dari aksi Bambang Kebo Nyabrang. Pada saat itu ia ingin membuktikan dirinya sebagai keturunan sah Sunan Muria yang bermukim di gunung Muria.
Pada saat itulah, Sunan Muria lantas memberinya syarat untuk memindahkan Bajang Ratu dalam waktu semalam agar dirinya mau mengakui Bambang Kebo Nyabrang sebagai anak. Sebab pada waktu yang sama, ternyata Sunan Muria memiliki maksud menjadikan Bajang Ratu sebagai pintu gerbang di padepokannya.
Rupanya, tidak hanya Bambang Kebo Nyabrang yang hendak memindahkan Pintu Gerbang Majapahit. Di sebuah padepokan Ngerang terdapat seorang murid dari Sunan Ngerang, Raden Ronggo yang kala itu berniat untuk menikahi putri Sunan Ngerang. Ia pun juga memberikan syarat kepada muridnya tersebut untuk memboyong pintu gerbang Majapahit menuju padepokan.
Sesampaikannya Bambang Kebo Nyabrang dan Raden Ronggo di sana. Peperangan merebut Bajang Rtau pun tidak terelakkan.
Budi Santoso, mengatakan sesaat sebelum peperangan itu terjadi, Sunan Muria pun muncul dan berkata “ Wis padha lerena sak kloron padha bandole”.
”Saat ketika Sunan Muria datang, lalu ia memberhentikan peperangan tersebut, dan akhirnya Sunan Muria mengakui Bambang Kebo Nyabrang sebagai anaknya dan menyuruhnya untuk menjadi penjaga pintu gerbang Majapahit ” ujarnya Budi Santoso.
Ceita sejarah itu masih lekat dengan ingatan Budi Santoso bahkan ia pun mengabadikannya dalam sebuah catatan pribadi. Namun karena telah mencapai usia tua, Budi Santoso saat ini tidak menjabat menjadi juru kunci lagi.
Kini setelah Bajang Ratu sudah tidak ia pegang, segala perawatan situs bersejarah tersebut telah diambil alih oleh pemerintah dan masuk ke dalam salah satu cagar budaya yang dilindungi undang-undang.
“ Jadi karena usia saya sudah tua, maka istilah juru kunci sekarang berganti nama dengan juru pelihara (jupel) yang biasanya datang ke sini setiap hari Rabu, Kamis, Jumat untuk membersihkan pintu gerbang Majapahit tersebut dan sekitarnya agar tetap terawatt” Ujar Budi Santoso.
Ia mengira masih banyak masyarakat khususnya daerah Pati sendiri belum mengetahui pasti sejarah tentang Bajang Ratu. Budi Santoso pun berharap semoga situs cagar budaya yang telah ada di kabupaten Pati ini dapat lebih dikenal oleh khalayak luas. (Kontributor Uin – Harianmuria.com)