KAB. SEMARANG, Harianmuria.com – Para peternak sapi mengeluhkan turunnya pembeli akibat merebaknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang kerap menyerang hewan berkuku genap atau ruminansia.
Salah satu pedagang sapi asal Polosiri, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Amri (50) pun mengeluhkan turunnya jumlah pembeli sapi di peternakannya. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran merebaknya wabah PMK ini.
Dirinya pun tak berani merawat sapi dalam jumlah banyak. Di mana, yang biasanya bisa merawat 15 ekor sapi, kini jumlahnya dikurangi menjadi hanya 2 sapi.
“Sekarang hanya punya dua ekor sapi saja, jenisnya sapi yang saya rawat sekarang ini sapi pegon yang sudah berusia sekitar tiga tahun di rumah saya,” ungkap Amri, Kamis (9/1).
Meski total sapi yang dirawat sudah berkurang sangat drastis, Amri mengaku bahwa dua sapi itu pun tak kunjung laku dijual.
“Sekarang saya hanya merawat dua ekor sapi ini tidak laku-laku terbeli. Sudah tidak ada pembeli, juga tidak ada lagi yang menghubungi saya untuk membeli sapi-sapi saya ini,” keluh Amri.
Pria yang telah lama berkecimpung di perdagangan sapi itu pun mengaku heran dengan kembali merebaknya kasus PMK.
“Mudah-mudahan virus PMK yang naik lagi ini angkanya tidak sampai saat masa-masa Idul Adha nanti,” harap dia.
Di samping itu, dituturkannya bahwa selain jumlah pembeli yang turun, virus PMK yang angka aktifnya terus naik itu juga berdampak pada turunnya harga jual hewan ternak sapi.
“Sebelumnya saya bisa menjual sapi-sapi saya ini di harga rata-rata Rp 17 juta per ekornya. Sekarang, setelah PMK ada lagi, ini (harga sapi) jadi turun di harga Rp 15 juta per ekor. Turunnya sampai Rp 2 juta sendiri,” paparnya.
Kendati demikian, Amri tetap berupaya untuk menjaga dua ekor sapi yang dimilikinya selalu dalam kondisi sehat.
“Saya terus berusaha menjaga dan merawat sapi-sapi saya ini supaya tetap sehat kondisinya, dan terhindar dari PMK ini. Biasanya selain membersihkan kandangnya, saya juga rutin memberinya vitamin dan obat-obatan,” tutur Amri.
Sebelumnya, jika merujuk pada data milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang, sejak 1-7 Januari 2025 sudah ada 88 ekor ruminansia di Kabupaten Semarang yang terjangkit PMK.
Dari jumlah itu, enam ekor sapi dinyatakan sembuh, dua ekor mati, dan sisanya masih dalam tahap penyembuhan dengan metode pengobatan yang diberikan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang.
Sementara itu, dijumpai terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah (Jateng), Hariyanta Nugraha menyebut, bahwa dalam kasus PMK di Jawa Tengah, Kabupaten Semarang menjadi salah satu wilayah yang kondisinya masih terkendali.
“Kabupaten Semarang ada 88 ekor hingga per 7 Januari 2025 kemarin. Artinya masih dalam taraf kondisinya itu relatif terkendali, artinya masih baik-baik saja,” ungkapnya.
Menurutnya hal itu dikarenakan pada umumnya kasus PMK di Kabupaten Semarang hanya terjadi di satu hingga dua buah perusahaan. Sebab mereka mendatangkan sapi dari luar daerah yang kesehatannya tidak terjamin.
Lalu, Hariyanta mengimbuhkan, di Jawa Tengah sendiri hingga 7 Januari 2025, total ada 2.387 ekor sapi yang suspect terkena PMK, dari total kurang lebihnya 1,3 juta sapi potong dan sapi perah se-Jawa Tengah.
“Dan ada 25 ekor sapi yang mengalami kesembuhan, dipotong 20 ekor, lalu yang mati ada 56 ekor. Dan sisa kasus PMK yang masih dalam penanganan itu ada 2.286 ekor yang tersebar di 25 kabupaten dan kota se-Jawa Tengah, yang meliputi 207 kecamatan dan 496 desa/kelurahan dari sekitar 8.500 desa/kelurahan se-Jawa Tengah,” beber dia.
Kabupaten Blora menjadi wilayah yang total kasus PMK-nya paling tinggi, yakni 372 ekor. “Kemudian disusul dari Kabupaten Sragen dengan kasus PMK mencapai 307 ekor, di Sragen ini kasus kematiannya juga termasuk tertinggi di Jawa Tengah,” imbuh dia.
Sebagai upaya pencegahan, pihaknya pun telah menutup pasar hewan. Salah satunya di Kabupaten Wonogiri. Pasar itu ditutup pada 6-9 Januari 2025.
“Dan kebijakan soal penutupan pasar hewan ini kami serahkan pada pengelola masing-masing kabupaten/kota yang ada di Jateng karena mereka memiliki langkah-langkah strategis masing-masing,” pungkasnya. (Hesty Imaniar | Harianmuria.com)