KAB. SEMARANG, LINGKAR – Warga Lodoyong, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Endang Sulistyorini, menuntut keadilan atas hilangnya tanah milik keluarganya seluas 2.500 meter persegi.
Tanah milik keluarga Rini itu ‘diduduki’ enam orang lain dengan luasan tanah yang bervariasi.
Didampingi kuasa hukum Efendi Panjaitan dan Erwin Sibarani, Rini telah sepuluh kali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ungaran, termasuk pada Senin (14/4/2025) kemarin.
Sidang kesepuluh itu beragenda mendengarkan keterangan saksi dengan menghadirkan anggota DPRD Kabupaten Semarang The Hok Hiong dan Lurah Lodoyong Daroji.
“Keluarga klien kami Rini ini telah menempati lahan tersebut sejak tahun 1950-an. Tanah seluas 2.500 meter persegi tersebut dimiliki Suhardi, yang merupakan ayah Rini,” kata Efendi Panjaitan, Selasa (15/4/2025).
Setelah ayahnya meninggal, Rini tinggal seorang diri di rumahnya. Seiring berjalannya waktu, berdiri bangunan lain di tanah miliknya tersebut.
“Bahkan, bangunannya tidak hanya satu, tapi total ada enam rumah yang berdiri dengan luasan antara 90 sampai 200 meter persegi,” ungkap Efendi.
Dan yang membuat Rini merasa semakin kaget, lanjutnya, rumah-rumah tersebut ternyata memiliki sertifikatnya sendiri-sendiri.
Sementara Rini juga masih memegang Letter C dan tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan siapapun dan pihak manapun.
“Kepemilikan sertifikat itu diketahui saat Rini akan mengurus sertifikat atas nama dirinya, di tahun 2020-an. Dasar pengurusan sertifikat adalah Letter C Desa Persil 27 Nomor 1404 atas nama Suhardi,” tutur Efendi.
“Dan karena itu, kami melakukan gugatan untuk membuktikan kebenaran alas hak yang klien kami miliki, tapi tergugat masih membantah. Bahkan, kami melihat ada kekeliruan dari pihak tergugat karena dalil tanah yang digunakan itu merupakan Eigendom, sementara klien kami memiliki Letter C Desa,” bebernya kembali.
Efendi juga menyinggung soal Balai Harta Peninggalan (BHP), meski hingga saat ini belum disentuh oleh para tergugat.
“Bisa saja tergugat mengajukan BHP sebagai saksi, duplik mereka dengan Nomor 31 Penetapan. Dan sesuai yang disampaikan, tergugat memohonkan untuk diwakilkan di BHP yang ditinggalkan warga Belanda dan diambil alih. Padahal itu tanah klien kami, entah bagaimana ada sertifikat lain, tumpang tindih,” terangnya.
Erwin Sibarani menambahkan, tergugat dalam kasus ini adalah Ratna Indarni, Agung Dian Prasetyo, Irma Eko Prasetyo, Suroso, Iriyanto, dan Rudi Pramono. Tergugat lainnya yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Klien kami mencari kepastian hukum dengan melakukan gugatan ini. Yang perlu diketahui, mereka adalah keluarga pejuang yang kebingungan karena kondisi ini, sehingga dengan adanya proses hukum di pengadilan akan terkuak kebenarannya nanti,” tandasnya.
(HESTY IMANIAR – Harianmuria.com)