BLORA, Harianmuria.com – Kelangkaan elpiji 3 kilogram (kg) terjadi di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, dalam sepekan terakhir. Warga mengeluhkan sulitnya mendapatkan gas melon bersubsidi, dan jika pun tersedia, harganya meroket hingga Rp35 ribu per tabung, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).
“Mencari ke mana-mana tidak ada. Kalaupun ada, harganya sampai Rp30 ribu, bahkan Rp35 ribu,” keluh Parno, warga Randublatung, Senin, 14 Juli 2025.
Kondisi serupa dialami oleh warga lainnya, Utomo, yang mengaku sudah keliling sejak pagi untuk mencari gas elpiji 3 kg, tapi hasilnya nihil.
“Gas kok langka begini ya. Masyarakat sampai kesulitan hanya untuk masak. Berapa pun saya beli asal ada,” ujarnya.
Tak hanya rumah tangga, kelangkaan ini juga memukul para pelaku usaha mikro, terutama pedagang makanan dan gorengan. Seorang pedagang wanita paruh baya menyampaikan kegelisahannya.
“Kalau gas terus langka begini, usaha kami bisa berhenti. Kasihan rakyat kecil seperti kami,” ungkapnya.
Pasokan Elpiji di Randublatung Normal
Area Manager Communication, Relations, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, menegaskan bahwa pengiriman elpiji ke Randublatung berjalan normal tanpa kendala.
“Jika terjadi kelangkaan di lapangan, laporkan ke polisi atau Dinas Perdagangan dan Koperasi UKM. Mungkin ada oknum yang bermain,” katanya.
Distributor resmi, Koperasi Serba Usaha Migas Cepu, juga memastikan pengiriman gas melon lancar. Affan Sosiawan, bagian pemasaran koperasi tersebut, menjelaskan bahwa setiap hari lima truk berisi sekitar 2.800 tabung elpiji 3 kg dikirim ke wilayah Randublatung dan sekitarnya.
“Dengan pengiriman sebesar itu, mestinya tidak terjadi kelangkaan. Kita perlu cari tahu penyebab lain,” jelas Affan.
Lonjakan Permintaan Akibat Tradisi Adat Suran
Sementara itu, salah satu pengelola pangkalan elpiji, Eko, mengungkapkan bahwa kelangkaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsumsi elpiji selama bulan Suro, saat masyarakat menggelar tradisi adat Suran dengan selamatan atau berkatan.
“Biasanya pas Suro permintaan melonjak karena banyak warga masak untuk acara adat. Jadi meskipun pasokan tetap, terasa langka,” terang Eko.
(LINGKAR NETWORK – Harianmuria.com)