PATI, Harianmuria.com – Muhammad Ainun Nadjib atau yang dikenal sebagai Cak Nun atau Mbah Nun menjadi salah satu pembicara Suluk Maleman pada Minggu (26/2) malam. Dalam kedatangannya itu Cak Nun pun mengajak bertawashul atau mendekatkan diri kepada Allah.
Kiai Kanjeng kelompok musik asuhan Cak Nun ikut meramaikan ngaji budaya edisi ke 134 tersebut. Ratusan orang tampak memadati Rumah Adab Indonesia Mulia, tempat digelarnya acara tersebut. Sementara ribuan lainnya menyaksikannya lewat kanal media sosial Youtube Suluk Maleman dan Cak Nun. Mereka terlarut dalam shalawat yang dilantunkan.
Cak Nun pun mengajak para jamaah untuk menumbuhkan kesadaran ruhiyah. Salah satunya dengan mencoba memahami diri. Karena dengan mengenal dirinya maka juga mengenal Tuhannya.
“Mari bertawashshul serajin-rajinnya. Karena ada yang tak bisa dibangun dengan akal,” ujar Mbah Nun, panggilan akrab para penggiat Ma’iyah pada sosok Muhammad Ainun Nadjib.
Dikatakannya, seringkali akal sulit dalam memahami kebenaran sejati. Maka dia pun mengajak untuk terus beribadah dengan kecintaan dan keiklashan.
Dijelaskan, ada tingkatan dalam pemahaman manusia. Mulai dari taklim atau dari tidak tahu menjadi tahu. Bertingkat dari sekedar tahu menjadi familiar, kemudian naik memahami sesuatu secara lebih luas, memahami lebih mendalam hingga munculnya kecocokan maupun ketidak cocokan untuk digunakan. Sementara yang terakhir adalah iklas atau tidaknya dalam menerima sesuatu.
“Seringkali akal tidak mampu menangkap arti dari ibadah. Tapi tetap saja lakukan dengan cinta dan ikhlas. Temukan sesuatu yang baik di hidupmu dan lakukan,” tambahnya.
Cak Nun sendiri menyebut bahwa dia sendiri menjadikan puasa sebagai pusat kesadaran utamanya. Dia berupaya menggunakan konsep puasa di segala hal.
“Puasa itu sederhana. Meskipun bisa makan dua piring tapi cukup makan sepiring itu juga puasa,” tambahnya.
Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman menyebut perlu pentingnya terus berdialog dengan diri sendiri sehingga bisa menemukan kesejatian. Dengan terbiasa mengarahkan diri menjauhi keburukan, maka nantinya secara otomatis akan selalu diarahkan untuk menjauh dari suatu keburukan.
“Pribadi dihasilkan dari dialektika ruh, akal, nafs dan qalb. Perlu dibentuk dari pelatihan sejak kecil dan terus menerus,” jelasnya.
Menurut Imam Ghozali, tambah Anis, antara nafsu, akal, ruh dan qalb berada pada satu kesatuan lingkaran. Sehingga apapun yang menang itulah yang akan memimpin.
“Jadi kalau nafsu yang menang maka yang memimpin adalah nafsunya. Tapi jika yang menang adalah ruhnya maka yang memimpin adalah ruhnya,” jelasnya.
Dalam penjelasan Al Qur’an, sebutnya, orang kafir digambarkan seperti orang yang berjalan di tengah laut gelap. Sementara diatasnya ada awan berlapis-lapis sehingga memunculkan kegelapan yang hampir mutlak. Sementara orang munafik digambarkan seperti orang yang berada di gelap malam, yang hanya berjalan saat ada cahaya petir menunjukkan jalan.
“Dengan bertawashshul atau mendekatkan diri pada Allah diharapkan memunculkan cahaya untuk menerangi dalam laku manusia,” ujarnya. (Lingkar Network | Harianmuria.com)