Harianmuria.com – Puasa menjadi bentuk kewajiban umat muslim karena termasuk dari lima rukun Islam. Sehingga apabila ibadah satu ini dilewatkan, maka pelakunya dapat menanggung dosa.
Akan tetapi, ada sebagian golongan orang yang justru mendapat keringanan dalam menjalankan ibadah puasa wajib ini atau disebut dengan rukhsah.
Rukhsah puasa sendiri merupakan bentuk keringanan yang diberikan kepada seseorang untuk boleh tidak melakukan puasa karena alasan tertentu.
Menurut Panduan Puasa Ramadhan yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Kantor Wilayah Jakarta, terdapat 5 golongan orang yang diberikan keringanan puasa.
1. Musafir
Allah telah memberikan keringanan kepada musafir yang sedang dalam perjalanan. Hal ini berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 184:
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Musafir mendapat keringanan untuk tidak menjalankan puasa sebab perjalanan safar terkadang menimbulkan keletihan. Sedangkan yang paling utama bagi musafir adalah berbuka. Keterangan ini berdasarkan hadist Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang artinya:
“Adalah Rasulullah SAW dalam perjalanannya dan beliau melihat seorang lelaki telah dikelilingi oleh manusia dan sungguh ia telah diteduhi, maka beliau bertanya: ”Ada apa dengannya?” maka para shahabat menjawab: “Ia adalah orang yang berpuasa”, maka Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah dari kebaikan berpuasa dalam safar”
2. Orang yang sakit
Keringanan puasa juga dtujukan kepada muslim yang tengah sakit. Hal tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 184.
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya: Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
3. Wanita haid dan nifas
Berdasarkan hadist Abu Sa’id Al-Khudry yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
أَليسَ إذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ
Artinya: Bukankah waita apabila haid ia tidak shalat dan tidak puasa
عن يحيى قال: حدثنا أبو سلمة، أن زينب بنت أبي سلمة حدثته، أن أم سلمة حدثتها قالت: بينما أنا مضطجعة مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخميلة إذ حضت، فانسللت فأخذت ثياب حيضتي. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أنفست؟» قلت نعم .
فدعاني فاضطجعت معه في الخميلة
Artinya: Tatkala saya berbaring bersama dengan Nabi SAW di dalam sebuah baju maka tiba-tiba saya haid maka saya pun pergi lalu saya mengambil pakaian haidku maka beliau bersabda: “apakah kamu nifas,” maka saya menjawab: “Ya”. Lalu beliau memanggilku, lalu saya pun berbaring bersamanya di atas permadani.
Mengenai pernyataan beliau: “Apakah kamu nifas” padahal Ummu Salamah ketika itu menjalani haid bukan nifas, sebba tidak pernah melahirkan dari Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan bahwa haid dianggap nifas dari sisi hukum dan demikian pula sebaliknya.
4. Laki-laki dan wanita tua yang tidak mampu menjalankan puasa
5. Wanita hamil dan sedang masa menyusui
Keringanan ini diberikan lantaran dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif kandungan dan anak yang dalam susuannya, atau bahkan dirinya sendiri. Baik poin ini dengan sebelumnya, sama-sama telah dijelaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 184.
وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
Kemudian dijelaskan lagi dalam hadist Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo dan lainnya, yang artinya:
“Diberikan keringanan bagi laki-laki dan wanita tua untuk hal itu (yaitu untuk tidak berpuasa) sementara/walaupun keduanya mampu untuk berpuasa, (diberikan keringanan) untuk berbuka apabila mereka ingin atau memberi makan satu orang miskin setiap hari dan tidak ada qodho’ atas mereka berdua, kemudian hal tersebut di nash (dihapus hukumnya) dalam ayat ini (فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ) dan kemudian hukumnya ditetapkan bagi laki-laki dan wanita tua yang tidak mampu untuk berpuasa dan juga wanita hamil dan menyusui apabila keduanya khawatir (akan membahayakan kandungannya, anak yang ia susui, atau dirinya sendiri), boleh untuk berbuka dan keduanya membayar fidyah setiap hari” (lafadz hadist oleh Ibnu Jarud). (Lingkar Network | Harianmuria.com)