Harianmuria.com – Perkembangan teknologi memamang membawa dampak yang baik bagi peradaban masa kini. Namun tidak bisa dipungkiri baik tradisi, kesenian, bahkan permainan tradisional pun nyaris saja tergerus zaman.
Buktinya banyak generasi sekarang yang minim pengetahuan tentang keberadaan permainan tradisional ini. Padahal dulunya permainan-permainan tradisional ini cukup populer dan digandrungi anak-anak di desa khususnya Jawa Tengah.
Padahal permainan zaman dahulu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Selain meningkatkan cara berinteraksi dengan baik, juga meningkatkan kecerdasan emosional anak. Dan tentunya dapat menjadi olahraga badan karena melibatkan semua gerak tubuh.
Kini generasi muda khususnya anak-anak hanya mengenal gadget saja dan bertingkah layaknya orang dewasa. Bahkan tidak sedikit dari anak-anak sekarang yang justru mengonsumsi tayangan orang dewasa.
Lantas mungkinkah permainan tradisional di bawah ini akan terus lestari? Berikut macam-macam permainan tradisional yang mulai ditinggalkan.
1. Bola Bekel atau Bekelan
Permainan ini cukup digemari anak-anak zaman dahulu karena dapat mengisi rasa sepi ketika tidak ada teman yang diajak bermain. Namun lebih mengasyikkan lagi jika permainan ini dijadikan sebagai pertandingan berama teman-teman.
Adapun cara memainkan permainan ini adalah siapkan dahulu bola bekel . Biasanya ada berbagai ukuran yang dijual di pasar, mulai dari sebesar bola kasti atau bola ping pong.
Selanjutnya, jika dimainkan bersama-sama biasanya ditentukan dulu pemain pertama dengan cara pingsut atau suit jari. Lalu bola akan dimainkan dengan melemparkannya di atas lantai datar dan masih menggunakan tangan yang sama buru-buru mengambil biji bekelnya. Kemudian mengambil biji bekel yang lain satu persatu hingga habis.
Kemudian pemain akan melemparkan biji bekelnya itu ke lantai. Dan permainan selanjutnya dengan memantulkan bola bekel sembari membalikkan biji-biji bekel tersebut.
2. Cublak-cublak Suweng
Permainan ini sangat populer di kalangan anak Jawa pada zaman dahulu. Cublak cublak suweng ini biasanya diawali dengan hompimpa atau gambreng untuk menentukan siapa yang kalah atau berperang sebagai Pak Empong. Kemudian pemeran tokoh ini akan berbaring terlungkup di tengah teman-temannya atau menyerupai meja.
Lalu para pemain yang menang tadi akan meletakkan tangan dan membuka kelima jari mereka di atas punggung Pak Empong. Sedangkan salah satunya akan memutarkan sebuh biji yang diputar-putar ke masing-masing tangan sambil menyanyikan lagu Cublak-cublak suweng, Suwengé ting gelèntèr, Mambu ketundhung gudèl, Pak Empong léra-léré, Sapa ngguyu ndhelikaké, Sir, sir pong dhelé kopong, Sir, sir pong dhelé kopon.
Setelah lagui berakhir, pemegang biji harus menyembunyikannya dari Pak Empong. Jika Pak Embong benar menebak orangnya, maka posisinya akan digantikan.
3. Congklak
Salah satu permainan tradisional ini memiliki banyak sebutan di seluruh Indonesia. Sedangkan di Jawa sendiri permainan ini lebih dikenal dengan dakon, congklak, atau dhakonan.
Biasanya congklak ini terdiri dari 14 buah lubang yang terbangi menjadi dua sisi berhadapan. Sedangkan 2 lagi berbentuk lebih besar terletak diantara kedua sisi tersebut. Sehingga permainan ini hanya bisa dimainkan oleh 2 orang saja.
Cara mainnya cukup gampang, yakni pertama kedua lawan akan melakukan pincuk atau suit jari. Pihak yang menang akan memulai permainan dengan cara mengambil biji di dalam salah satu lubang kecil. Kemudian pemain pertama itu akan mengisikannya ke sisi kanan atau kiri yang masih menjadi areanya.
Kemudian pemenang dari permainan ini akan terlihat, manakala di salah satu lubang terbesar itu terisi penuh. Dan disepanjang lubang kecil miliknya tidak ada sisa.
4. Dingklil Oglak Aglik
Selain bermain congklak, anak-anak zaman dahulu seringkali menghabiskan waktunya memainkan permainan dingklik oglak aglik. Istilah itu diambil dari cara menirukan bangku (dhingklik) yang keadaannya mudah goyah dan hampir roboh (oglak aglik).
Permainan ini hanya bisa dilakukan oleh minimal 3 anak dalam satu kelompok, lebih bagusnya lagi jika anggotanya memiliki postur tumbuh hampir sama atau seumuran. Sebab permainan ini yang dibutuhkan adalah kekompakan dan keseimbangan agar dhingklik yang dibuat tidak hancur.
Adapun cara memainkannya, yaitu semua pemain harus berdiri saling berhadapan dan melingkar dengan menggandeng tangan sampingnya. Lalu orang pertama (A) akan masuk diantara dua orang yang lain (B dan C) sampai semuanya dalam posisi saling membelakangi.
Kemudian satu persatu meletakkan salah satu kakinya menggantung di atas tangan yang masih saling menggandeng. Setelah semua kaki saling bertumpukan di tengah, para pemain akan bertepuk tangan dan memutar sambil menyanyikan lagu dhingklik oglak oglik, yen kecelik adang gogik, yu yu mbakyu mangga dhateng pasar blanja, leh olehe napa, jenang jagung enthok-enthok jenang jagung, enthok-enthok jenang jagung, enthok-enthok jenang jagung.
5. Jamuran
Biasanya di sore banyak anak berkumpul ke lapangan untuk bermain bersama. Dari semua jenis permainan tradisional, jamuran menjadi salah satu yang sering dimainkan. Sedangkan cara bermainnya misalnya ada 15 anak yang mengikuti permainan akan saling pingsut atau suit jari sampai ditemukan pemain yang kalah.
Kemudian para pemenang akan memutari yang kalah sambil bergandengan tangan membentuk lingkaran dan menyanyikan sebuah lagu.
Jamuran ya gege thok, jamur apa, yo gege thok, jamur gajih mbejijih sa ara-ara, sira mbadhe jamur apa?
Setelah lagu selesai dinyanyikan, pemain yang ditengah akan menyebutkan salah satu nama jamur. Lalu dia akan menggelitik semua teman yang mengelilinganya. Jika ada yang tidak tahan dan tertawa, orang itulah yang akan menggantikan posisinya di tengah atau pengganti pancer.
Dan masih banyak lagi permainan tradisional yang kini seolah hanya tinggal namanya saja. Diantaranya seperti ular naga panjang, bakiak, egrang, engklek, setenan, dan masih banyak lagi. (Harianmuria.com)