Benarkah Meninggalnya Korban Gempa Bumi Termasuk Mati Syahid?

EVAKUASI: Tim SAR mengevakuasi korban gempa Cianjur beberapa waktu lalu. (Antara/Harianmuria.com)

EVAKUASI: Tim SAR mengevakuasi korban gempa Cianjur beberapa waktu lalu. (Antara/Harianmuria.com)

Harianmuria.com – Kabar duka kembali menyelimuti bumi pertiwi, pada Senin 23 November 2022 Cianjur dihantam bencana gempa yang menjatuhkan ratusan korban. Bahkan menurut pemberitaan yang ada, banyak korban didominasi oleh usia anak-anak.

Mengenai bencana alam, dalam Islam diajarkan beberapa sikap yang perlu dikembangkan umat muslim sebagai bentuk menyikapi ujian ini. Diantaranya seperti menerima segala ketetapan dengan penuh ikhlas, sebisa mungkin untuk menghindari wabah, tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan bencana, berempati kepada korban, dan mengevaluasi diri.

Tidak menampik kemungkinan bahwa dalam kenyataannya, sikap-sikap tersebut amat sulit untuk dipraktikkan. Terlebih kehilangan keluarga, kerabat, karib, maupun lainnya yang meregang nyawa karena menjadi korban atas bencana alam.

Namun Allah SWT justru memberikan status kepada korban yang meninggal dalam tragedi bencana alam sebagai penyandang gelar syahid. Hal ini dijelaskan dalam hadist riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah RA, yaitu:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengutip dari Laduni.id, hadist tersebut berdasarkan pandangan dari Al-Aini dalam Umdatul Qari menyatakan bahwa Imam al-Bukhari memandangkan mati syahid itu tidak hanya disematkan pada orang yang meninggal karena berperang, melainkan bisa dalam keadaan lain.

Selain itu, Imam An-Nasai menegaskan bahwa seseorang yang meninggal karena reruntuhan diyakini gugur mati syahid akhirat. Bahkan Imam An-Nasai menambahkan ibu yang meninggal usai melahirkan anaknya, dan orang terbakar juga termasuk mati syahid.

Terutama pada mati syahidnya orang yang tertimpa reruntuhan, kedua tragedi ini sangat mungkin terjadi pada korban bencana gempa dan banjir. Oleh karenannya, secara otomatis korban gempa dan banjir dapat termasuk ke dalam orang yang meninggal syahid.

Meski sama-sama menyandang status mati syahid, namun pengurusan jenazah antara orang yang meninggal di medan perang dan tidak tentunya berbeda. Imam Nawawi dalam Syarh Raudhatut Thalibin menyebutkan, jenazah orang yang mati syahid karena berperang tidak perlu dimandikan dan harus segera dimakamkan.

Sedangkan orang yang syahid karena menjadi korban bencana gempa atau banjir, pengurusan jenazahnya dilakukan sebagaimana biasanya, yaitu dimandikan, dikafani, dan seterusnya.

Pada akhirnya, meninggal dalam keadaan syahid merupakan dambaan setiap orang. Bahkan shahabat Umar bin Khattab selalu memanjatkan doa agar termasuk ke dalam orang yang mati syahid.

Berikut doa yang dipanjatkan Shahabat Umar bin Khattab.

اللهم َّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيْلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صلى الله عليه وسلم

“Allahummarzuqni syahadatan fi sabilika, waj’al mauti fi baladika rasulika”

Artinya: “Ya Allah karuniakanlah kepadaku syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di kota Rasul-Mu.”(Harianmuria.com)

Exit mobile version