SALATIGA, Harianmuria.com – Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Salatiga tengah menghadapi gugatan class action senilai Rp3,1 triliun di Pengadilan Negeri (PN) Salatiga. Gugatan ini dipicu oleh kebijakan konversi layanan simpanan ‘Si Pintar’ menjadi ‘Si Jangkung’ yang disebut sepihak, sehingga menyebabkan penurunan drastis imbal hasil bagi anggota.
Kuasa hukum Koperasi BLN Salatiga, Muhammad Sofyan, angkat bicara menanggapi polemik ini. Ia menegaskan bahwa keputusan konversi layanan dari Si Pintar ke Si Jangkung merupakan langkah kelembagaan koperasi, bukan keputusan sepihak dari satu individu.
“Faktor dinamika manajemen adalah realitas yang tak terhindarkan. Karena itu, pengurus koperasi mengambil langkah evaluatif dan strategis, termasuk mengalihkan layanan dari Si Pintar ke Si Jangkung,” kata Sofyan dalam konferensi pers pada Kamis, 5 Juni 2025.
Menurut Sofyan, konversi ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk tingginya curah hujan yang berdampak pada unit usaha mitra koperasi di sektor pertambangan, serta adanya persoalan manajerial internal.
Baca juga: Tim Advokat Gugat Koperasi BLN Salatiga Rp3,1 Triliun ke Pengadilan
Seperti diberitakan sebelumnya, perubahan layanan dari Si Pintar yang semula memberikan imbal hasil 4,17 persen per bulan, kini dikonversi menjadi Si Jangkung dengan hasil hanya sekitar 2 persen per bulan, berdasarkan surat pemberitahuan tertanggal 17 Maret 2025.
Akibatnya, sejumlah anggota menilai hal ini sebagai perbuatan melawan hukum, dan menggugat koperasi dengan nilai total Rp3,1 triliun. Gugatan class action telah tercatat dalam sistem Pengadilan Negeri Salatiga dengan nomor perkara 44/Pdt.G/2025/PN Salatiga.
Sofyan menyatakan pihaknya menghargai semua bentuk aspirasi anggota, termasuk protes di media sosial dan pelaporan ke kepolisian, serta jalur hukum melalui gugatan perwakilan kelompok.
“Sebagian anggota bahkan menempuh jalur hukum melalui gugatan perwakilan kelompok atau class action. Itu adalah hak konstitusional mereka yang kami hargai,” tambahnya.
Koperasi BLN menegaskan akan mengikuti proses hukum yang berlaku dan telah menyiapkan tim hukum untuk menghadapi gugatan tersebut secara serius. Meski demikian, Sofyan menekankan bahwa penyelesaian persoalan internal koperasi idealnya melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian.
“Dalam Pasal 34 ayat 2 UU Perkoperasian dijelaskan bahwa tidak dikenal sanksi pidana dalam ruang lingkup koperasi. Maka penyelesaiannya seharusnya tetap dalam koridor administratif dan mekanisme internal koperasi,” jelasnya.
Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah, memohon agar perkara yang masih berproses secara perdata bisa diprioritaskan sebelum masuk ranah pidana, berdasarkan asas hukum ultimum remedium.
“Prinsipnya, kami ingin koperasi ini tetap utuh dan bisa segera pulih,” ujarnya.
Ke depan, Koperasi BLN akan menyiapkan program pemulihan (recovery) yang akan dibahas dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) mendatang sebagai wujud komitmen terhadap transparansi dan pemulihan kepercayaan anggota.
(ANGGA ROSA – Harianmuria.com)