SEMARANG, Harianmuria.com – Makam Sunan Kuning di Kota Semarang dikenal masyarakat sekitar memiliki kekeramatan. Menjelang pemilihan umum (pemilu), banyak calon legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) yang berziarah ke tempat ini untuk mencari berkah.
Lokasi Makam Sunan Kuning tidak jauh dari kompleks Argorejo, Kelurahan Kalibanteng, Kota Semarang. Makam yang terletak di perbukitan Lebdosari tersebut tidak hanya dikunjungi oleh para caleg ataupun capres, namun juga pejabat maupun pengusaha yang ingin usahanya berhasil.
Juru kunci Makam Sunan Kuning, Tri Waryono membenarkan banyak caleg maupun capres yang datang untuk berziarah.
Menurut Tri, di hari biasa para peziarah yang datang ke makam, ada yang waktu siang maupun malam. Waktu siang hari biasanya pejabat pengusaha sampai para kyai .
“Sedangkan untuk musim coblosan seperti sekarang ini, banyak caleg maupun capres ikut berziarah dan berdoa. Waktu kedatangan tidak menentu, kadang pagi hingga siang tergantung kesibukan mereka,” kata Tri.
Ketika ditanya, apakah sudah ada capres yang sudah berziarah, Tri mengatakan baru timnya Ganjar Pranowo.
“Selagi niatnya baik dan tidak mengganggu kenyamanan di sini silakan saja. Kami terbuka bagi siapa saja yang ingin berziarah dan berdoa,” ungkap Tri.
Lebih lanjut, Tri menjelaskan bahwa Sunan Kuning bernama asli Soen An Ing. Beliau juga memiliki nama lain, yakni Raden Mas Garendi atau Amangkurat V.
Sunan Kuning adalah keturunan China. Ia merupakan cucu raja Amangkurat III di Mataram, putra dari Pangeran Tepasana.
Tahun 1742, Sunan Kuning diangkat sebagai Raja Amangkurat V oleh pemberontak yang menentang kekuasaan Susuhunan Pakubuwana II dan VOC.
Namun, katanya, makam ini sedikit tercoreng setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menetapkan kompleks sebelah makam Sunan Kuning menjadi lokalisasi pada 1963 silam. Saat itu, Kota Semarang tengah menjamur prostitusi liar di jalan-jalan kota, seperti di Jembatan Banjir Kanal Barat, Jalan Stadion, Gang Warung, Gang Pinggiran, Jagalan, Jembatan Mberok, Sebandaran, dan masih banyak daerah lainnya.
Kemudian, Pemkot Semarang meresosialisasi para Wanita Tuna Susila (WTS) di daerah Karang Kembang Semarang. Hingga pada 1963, Pemkot kembali memindahkan daerah lokalisasi ke sekitar perbukitan Argorejo yang dekat dengan Makam Sunan Kuning. Kompleks itu hampir sama dengan Gang Dolly di Surabaya dan Kalijodo di Jakarta yang kini dua-duanya sudah berubah fungsi. (Lingkar Network | Rizky Syahrul – Harianmuria.com)