KUDUS, HARIANMURIA.COM – Dandangan Kudus, sebuah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad, menjadi salah satu simbol kuat akulturasi budaya dan keharmonisan antarumat beragama di Indonesia. Tradisi ini tidak hanya sekadar penanda dimulainya bulan Ramadan, tetapi juga wujud nyata dari keberagaman budaya yang telah terjalin sejak era Sunan Kudus pada abad ke-16.
Warisan Sunan Kudus
Diperkenalkan oleh Sunan Kudus, tradisi Dandangan berawal dari kebiasaan memukul bedug di Menara Kudus sebagai penanda waktu berbuka puasa dan sholat tarawih. Kegiatan yang awalnya merupakan simbol sederhana ini, kini telah berkembang menjadi sebuah fenomena budaya yang kompleks dan meriah.
Harmonisasi Budaya yang Unik
Dandangan, dengan pusat kegiatannya di Menara Kudus, mencerminkan akulturasi budaya yang mendalam. Menara yang bentuknya menyerupai bangunan Hindu, dan bunyi kentongan yang mirip dengan lonceng kuil, adalah bukti nyata dari kejeniusan Sunan Kudus dalam menyatukan elemen Islam dengan budaya Hindu-Buddha yang telah ada sebelumnya. Strategi ini tidak hanya efektif dalam menyebarkan ajaran Islam tetapi juga menghargai dan memelihara keberagaman budaya lokal.
Lebih dari Sekedar Penanda Waktu
Dandangan kini tidak hanya terbatas pada fungsi religiusnya. Pasar malam dan pasar kaget yang berlangsung di sekitar masjid, awalnya hanya dimanfaatkan oleh orang-orang yang menunggu waktu bedug untuk berjualan jajanan. Namun, sekarang ini telah berkembang menjadi ajang ekonomi dan sosialisasi yang besar, menjadikannya pasar rakyat terbesar di masa kejayaannya dengan partisipasi lebih dari 600 UMKM.
Simbol Toleransi dan Kebersamaan
Keunikan lain dari Dandangan adalah keberadaan Masjid Menara Kudus yang berdampingan dengan Klenteng Hok Lay Kiong. Kerukunan antar umat beragama yang terjalin selama Dandangan menjadi bukti kuat dari keharmonisan sosial yang telah terbina selama berabad-abad.
Tradisi Namun Terus Berinovasi
Seiring berjalannya waktu, Dandangan terus beradaptasi. Dari sekedar pasar malam, kini telah merambah ke pentas seni, lomba religi, dan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang semakin memeriahkan bulan Ramadan. Meskipun sempat terhenti selama tiga tahun akibat pandemi Covid-19, kebangkitan Dandangan pada tahun 2023 disambut dengan antusiasme yang besar dari warga dan UMKM.
Menjadi Magnet Bagi Wisatawan
Keunikan dan keramaiannya membuat Dandangan tidak hanya dinikmati oleh warga Kudus tetapi juga menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara. Penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai “Pasar Rakyat Tradisional Terbesar dalam Rangkaian Menyambut Bulan Ramadan” semakin menegaskan posisi Dandangan dalam kancah budaya dan pariwisata.
Potensi Ekonomi Cukup Besar
Dengan pengembangan atraksi dan promosi yang tepat, Dandangan Kudus berpotensi besar menjadi objek wisata budaya religi nasional. Hal ini tentunya akan meningkatkan popularitasnya baik di tingkat lokal maupun internasional.
Selain kekayaan budaya dan tradisi, Dandangan juga menawarkan kuliner khas yang tak boleh dilewatkan. Soto Kudus dan Jenang Kudus menjadi kuliner legendaris yang menambah kekhasan dan kelezatan tradisi ini.
Dandangan Kudus, dengan semua keunikan dan tradisinya, menjadi salah satu contoh terbaik bagaimana akulturasi budaya dan toleransi antarumat beragama dapat membentuk sebuah tradisi yang tidak hanya berharga secara historis tetapi juga memiliki dampak sosial ekonomi yang besar bagi masyarakatnya. (REDAKSI – HARIANMURIA)