PATI, Harianmuria.com – Pungli atau pungutan liar seolah mengakar dalam setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan dalam kepengurusan dokumen penting di tingkat pemerintahan desa. Hal inilah yang menjadi sorotan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Sukarno.
Untuk itu, dirinya mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai oknum pungli. Menurutnya, kasus semacam ini seringkali terjadi pada pemerintahan desa (Pemdes). Kehidupan masyarakat desa yang tradisional sering kali dimanfaatkan oleh oknum perangkat desa untuk meminta biaya tambahan atau pungli.
“Pungutan apapun kalau tidak ada dasar hukumnya termasuk KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme). Misalnya, pungutan oleh oknum di Pemerintahan Desa dari hasil pertanian (upeti) sudah termasuk KKN. Walaupun itu merupakan budaya sejak dulu karena sangat membebani petani,” jelas Sukarno.
Menurutnya, karena Indonesia sudah merupakan negara merdeka, maka tidak seharusnya masyarakat menganut sistem feodal seperti upeti pada zaman penjajahan dulu. Sehingga dalam hal ini, peranan pemerintah daerah (pemda) pun sangat diperlukan untuk menghapus tindakan yang sangat merugikan rakyat kecil ini.
Lebih lanjut, politisi dari partai Golkar ini juga mengingatkan adanya Undang-Undang yang mengatur soal KKN. Ia pun menekankan jangan sampai praktek ini dibiarkan begitu saja.
“Hukum adat pun kalau menjadi beban masyarakat yang sangat merugikan harus dihentikan karena sekarang sudah ada peraturan perundang-undangan (merupakan hukum positif),” sambungnya.
Jikapun dikemudian hari masyarakat menemukan praktek pungli, terutama oleh perangkat desa. Dewan dari komisi B ini meminta siapapun untuk tidak ragu melaporkan kepada pihak berwajib.
Selaku wakil rakyat dirinya ingin praktek kuno ini dihapus permanen dalam kehidupan bermasyarakat. Ia pun akan senantiasa mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mengayomi dan mensejahterakan rakyat Pati.
“Perilaku oknum pemerintahan desa tersebut perlu ada penyelesaian dari pemerintahan kabupaten. Sehingga praktek upeti atau pungli tersebut bisa diselesaikan tanpa ada gejolak di masyarakat desa. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Harianmuria.com)