KUDUS, Harianmuria.com – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kudus menyatakan dengan tegas menolak wacana lima hari sekolah. Hal ini senada dengan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua PCNU Kabupaten Kudus KH Asyrofi menilai, wacana lima hari sekolah bisa mematikan pendidikan keagamaan di Madrasah Diniyah (Madin). Pasalnya, kata dia, wacana lima hari sekolah nantinya mengharuskan siswa untuk belajar di sekolah masing-masing mulai dari pagi hingga sore.
“Utamanya masalah diniyah yang akhirnya mati, sehingga anak-anak tidak bisa ikut sekolah sore. Diniyah ‘kan penting juga bagi mereka itu. Harus diberikan juga itu sebagai pendidikan keagamaan,” tegas KH Asyrofi saat dihubungi di Kudus, baru-baru ini.
Sekretaris PCNU Kabupaten Kudus Kisbiyanto menambahkan, ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa wacana lima hari sekolah sepakat untuk tidak diterapkan, khususnya di Kota Kretek.
Pertama, dilihat dari sisi teori pendidikan. Kisbiyanto menjelaskan, sedikit waktu tapi berkali-kali belajar dinilai lebih efektif, dibanding sekali belajar namun durasi waktunya lama. Artinya, sekolah lima hari dinilainya kurang efektif
“Jadi belajar itu sedikit-sedikit tapi terus-menerus lebih bagus. Karena pendidikan kita mengutamakan proses supaya hasil itu mengikuti prosesnya,” tuturnya.
Lalu bila dilihat dari aspek kultural, menurut dia, tradisi sejak dahulu memang telah dibiasakan sekolah sore atau Madin bagi anak-anak di Kabupaten Kudus.
“Kemana lagi anak-anak kita belajar Al Quran kalau tidak menyisakan waktu sore hari itu, ada yang mulai jam 2, jam 3 atau jam 4 sore. Pagi sekolah formal, sorenya sekolah agama seperti nahwu, shorof, ilmu falak, tarikh, dan lainnya,” jelasnya.
Sebagai informasi, wacana dari adanya penerapan lima hari sekolah ini bersandar pada Peraturan Presiden yang menyangkut tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai Aparatur Negara alias Perpres Nomor 21 Tahun 2023. (Lingkar Network | Nisa Hafizhotus Syarifa – Harianmuria.com)