JEPARA, Harianmuria.com – Kabupaten Jepara dianugerahi trofi Adipura Kencana oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Penghargaan tersebut menjadi kebanggan tersendiri bagi Kota Ukir, sebab Jepara menjadi satu-satunya daerah di Jawa Tengah yang meraih kategori Kencana.
Sebagai wujud syukur atas pencapaian ini, Pemerintah Kabupaten Jepara mengadakan kirab Adipura Kencana dan disaksikan oleh warga ribuan masyarakat setempat.
“Alhamdulillah, terima kasih kepada seluruhnya. Ini wujud kerja keras kita bersama. Dari 5 kota/kabupaten se-Indonesia yang mendapatkan Adipura Kencana, kita menjadi salah satu yang mendapatkannya,” kata Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta, Rabu (1/3).
Ia menyampaikan, penghargaan Adipura Kencana ini menambah total torehan penghargaan Adipura yang diperoleh Kabupaten Jepara. Sebelumnya Jepara memiliki sejumlah 15 piala, kini bertambah menjadi 16 piala Adipura.
“Bedanya kali ini meraih kategori lebih tinggi, yakni Adipura Kencana. Tahun-tahun sebelumnya, Kabupaten Jepara juga telah meraih Adipura sebanyak 15 kali dan 14 di antaranya diraih secara berturut-turut,” ujarnya.
Edy menuturkan, secara nasional hanya ada lima kabupaten dan kota yang dianugerahi trofi Adipura Kencana. Selain Jepara, juga ada Kota Bontang dan Balikpapan dari Provinsi Kalimantan Timur, kemudian Kota Bitung, Sulawesi Utara serta Kota Surabaya, Jawa Timur.
“Artinya untuk mendapatkan penghargaan Adipura Kencana itu sangat berat. Persyaratannya sangat ketat, banyak prasyarat yang harus dipenuhi,” tegasnya.
Tak hanya itu, Edy meminta kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) serta masyarakat untuk bersama-sama mempertahankan prestasi Adipura Kencana.
“Setiap tahun kita harus dapat. Kita mendapatkan nilai yang sangat fantastis dan luar biasa bersih. Saya harapkan tidak hanya di kota saja tetapi di desa-desa, nanti saya harapkan juga bersih,” pesannya.
Edy pun berkomitmen akan terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan para petugas kebersihan. Ia juga meminta Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jepara Farikhah Elida untuk mengkaji ulang kesejahteraan bagi para petugas kebersihan.
“Minimal sesuai UMR,” ucap Edy.
Terkait permasalahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang hampir penuh, Edy mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah pusat. Seperti kebutuhan Refuse Derived Fuel (RDF) yang sudah diusulkan Pemerintah Kabupaten Jepara, beberapa waktu lalu.
“TPA kita itu luasnya 7 hektar, sekarang sudah terpakai kurang lebih 3 hektar. Kita harus mencari solusi yang bagus seperti RDF,” tuturnya.
Desa Mandiri Sampah Jadi Kunci Keberhasilan
Sementaraitu, Kepala DLH Jepara Farikhah Elida mengungkapkan bahwa pemilahan sampah dari rumah menjadi kunci keberhasilan Kabupaten Jepara dalam menyabet Penghargaan Adipura Kencana. Ia menyatakan, inovasi yang digunakan dalam penilaian tersebut adalah desa mandiri sampah.
“Lima aspek yang ada di desa mandiri sampah meliputi aspek regulasi yang di dalamnya ada desa mandiri sampah, aspek teknis ada pemilahan sampah, aspek pemberdayaan masyarakat, dan aspek ekonomi,” ungkap Elida.
Ia mengatakan, saat ini di Kabupaten Jepara sudah ada beberapa desa mandiri sampah dan menjadi percontohan di Indonesia.
“Nanti pada bulan Juni akan ada 5 desa tambahan yang akan kita launching diringnya PLTU, seperti Desa Wedelan, Desa Kancilan. Saat ini sedang kami lakukan pembinaan, yang anggarannya termasuk dari CSR. Sudah ada dari APBD tetapi kita minta bantuan dari CSR juga,” jelasnya.
Terkait penilaian Adipura, Elida mengakui memang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan persaingan yang ketat. Termasuk mencukupi seluruh persyaratan demi mencapai peringkat ini, antara lain mempunyai dokumen kebijakan strategis daerah (Jakstrada) untuk pengelolaan sampah.
“Kabupaten Jepara sudah memilikinya sejak tahun 2019 dan selalu diperbarui setiap tahun. Jepara secara kontinu mengupdate dokumen Jakstrada ini,” ucapnya.
Selain itu, pengelolaan TPA juga termasuk dalam persyaratan. Seperti fasilitas yang berada di Desa Bandengan yang telah menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill.
“Ini merupakan sistem pengelolaan atau pemusnahan sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian menimbunnya dengan tanah. Kita mendapatkan nilai tertinggi di TPA 40 persen,” tutur Elida.
Demikian halnya dengan gas metana yang dihasilkan dari TPA, Elida menyebutkan, bahwa ada 60 rumah tangga sekitar yang menikmati gas tersebut untuk keperluan memasak sehari-hari.
“Aktivitas ini sudah berlangsung sejak tahun 2019,” terangnya.
Penilaian Adipura juga menyasar pada pengelolaan sampah organik. Ia menjelaskan, Bank Sampah Induk Jepara sudah berinovasi dalam pengelolaan sampah organik yakni melalui budi daya maggot atau larva lalat hitam untuk pakan ternak.
Tak hanya itu, ada pula Pusat Daur Ulang (PDU) di Kecamatan Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa.
“Di Kalinyamatan sudah ada Pusat Daur Ulang yang melayani 11 dari 12 desa di kecamatan itu. Di sana juga sudah ada fasilitas tempat pengolahan sampah terpadu,” imbuhnya.
Selanjutnya dengan adanya ruang terbuka hijau juga menjadi penentu lain. Ditambah juga adanya inovasi Jemput Sampah Terpilah atau Jepapah sebagai pengganti tempat penampungan sementara atau TPS yang direlokasi.
Kemudian, Jepara pun sudah mempunyai desa mandiri sampah yaitu Desa Suwawal Timur, Keling, Jugo, Kunir, dan Platan.
“Ke depannya akan disusul lima desa yang kini tengah berproses menjadi desa mandiri sampah,” tegasnya. (Lingkar Network | Tomi Budianto – Harianmuria.com)