PATI, Harianmuria.com – Puluhan petani yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Petani (JMPP) melakukan demonstrasi dengan mengerahkan seratusan truk dump hingga memblokade Alun-Alun Kota Pati, Rabu, 25 September 2024. Massa memprotes penyitaan 5 unit alat berat oleh Aparat Penegak Hukum (APH) akibat mengangkut tanah persawahan ke tempat lain.
Sutirno, perwakilan dari para petani yang merasa dirugikan menuntut agar para petani diizinkan untuk menata lahan pertanian dengan memindahkan material tanah ke tempat lain. Sebab menurutnya, di musim kemarau seperti saat ini para petani harus menata lahan dengan tujuan aga sawah bisa digenangi air ketika musim hujan tiba.
Aktivitas tersebut menurut Sutirno adalah cara modern untuk menata lahan. Sebab areal persawahan khususnya di Pati Selatan adalah sawah tadah hujan. Sehingga tanah sawah harus dikurangi dengan tujuan bisa menampung lebih banyak air hujan.
“Karena apa problematika petani adalah lahanya tinggi sedangkan irigrasinya rendah sehingga air tidak bisa langsung ke lahan pertanian. Untuk solusinya adalah pengeprasan (dikeruk) itu menggunakan alat berat supaya lebih cepat dan tepat,” kata Suterto.
Selain menuntut perizinan penataan lahan, Sutirno juga mempertanyakan penyitaan sebanyak lima alat berat yang sebelumnya dilakukan oleh Polresta Pati sebagai Aparat Penegak Hukum (APH). Menurutnya, penyitaan alat berat tersebut tidak etis karena para petani tidak melakukan tindak kejahatan penambangan.
Sehingga pihaknya berharap dengan adanya aksi demo tersebut, APH ke depannya tidak lagi mengusik aktivitas penataan lahan yang dilakukan oleh para petani.
“Tuntutananya kami bisa bekerja kembali untuk menata lahan itu dan memakai alat berat kembali dan bisa menggeser armada berupa dump,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah wilayah Kendeng-Muria Dwi Suryono menegaskan bahwa penataan lahan pertanian yang dilakukan oleh petani tidak diperkenankan untuk mengangkut material tanah keluar wilayah pertanian.
Menurut Dwi, tindakan petani dengan mengeruk tanah pertanian dengan alasan penataan lahan termasuk menyalahi Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral. Sebab meskipun dengan alasan penataan lahan, material tanah yang kemudian dijual disebut menyalahi aturan.
Lanjut Dwi, beda halnya jika penataan lahan tersebut dilakukan dengan tidak memindahkan material tanah ke tempat lain, maka disebut tidak menyalahi aturan.
“Soal regulasi penataan lahan izin yang ditetapkan UU nomor 3 tahun 2020 pasal 35 ayat 3. Kalau memang sifatnya penataan material tidak dikeluarkan itu tidak apa-apa, tidak boleh keluar,” kata Dwi didepan puluhan petani dan juga DPRD Pati.
Apabila memang kehendak dari para petani diizinkan, maka pihaknya harus melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan instansi yang bersangkutan.
“Bisa juga dijual (diangkut keluar), tetapi harus izin melalui dinas terkait yaitu Dispertan (Dinas Pertanian Kabupaten Pati),” tegasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Harianmuria.com)