PATI, Harianmuria.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati telah menetapkan situasi tanggap darurat bencana kekeringan. Hingga saat ini sudah ada 72 desa dari 9 kecamatan yang mengalami krisis air bersih.
Merespon hal itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati Endah Sri Wahyunigati mendesak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati agar memaksimalkan anggaran dan mendorong masyarakat untuk mendonasikan air bersih.
“Ya karena bencana kekeringan ini menjadi bencana rutin. Kami berharap BPBD bisa memaksimalkan anggarannya dari pemerintah Kabupaten. Tapi juga harus bisa memaksimalkan bagaimana menggali potensi masyarakat,” ujar Endah belum lama ini.
Ia mengatakan air menjadi kebutuhan utama masyarakat, sehingga apabila tak tercukupi dikhawatirkan dapat menimbulkan gangguan penyakit. Oleh sebab itu, pihaknya menekankan agar Pemkab Pati melakukan segala upaya dalam menangani krisis air.
Perempuan yang akrab di panggil Ning ini meminta kepada BPBD untuk mengkoordinir bantuan air dari masyarakat dan disalurkan ke wilayah terdampak. Hal ini dimaksudkan agar bantuan dapat tepat sasaran dan dapat dinikmati masyarakat terdampak.
Wilayah Terdampak Bertambah Jadi 71 Desa, Pati Tetapkan Status Tanggap Darurat Kekeringan
Selain itu, ia meminta lokasi terdampak dapat didata dengan baik dan dipublikasikan di sosial media. Tujuannya sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat terhadap wilayah terdampak.
“Karena banyak dari masyarakat yang bersimpati. Pengorganisasian dan pengkondisian dimana daerah-daerah kekeringan ini bisa di maping dengan baik. Sehingga pemerataan bantuan air ini dapat lebih sesuai dengan sasaran,” tambah Ning.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian BPBD Pati Martinus Budi Prasetya menuturkan 72 desa yang tersebar di 9 kecamatan menjadi fokus penyaluran air bersih. Hingga kini BPBD telah megalokasikan 1.100 tangki ke seluruh wilayah terdampak untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.
“Per 2 Oktober, wilayah tedampak kekeringan tersebar di 9 kecamatan, diantaranya Kecamatan Tambakromo, Jaken, Jakenan, Pucakwangi, Gabus, Winong, Kayen, Sukolilo, dan Batangan,” ungkap Martinus. (Lingkar Network | Mutia Parasti – Harianmuria.com)