REMBANG, Harianmuria.com – Kabupaten Rembang memiliki beragam tradisi unik, salah satunya yang ada di wilayah pesisir pantai. Tradisi itu bernama Pathol, salah satu kesenian khas wilayah Kecamatan Sarang.
Pathol sarang ini mirip dengan olahraga gulat atau pertandingan sumo khas negeri matahari terbit. Biasanya pertandingan tersebut diikuti oleh warga yang menggeluti profesi nelayan.
Seperti yang digelar oleh Pemerintah Desa Karangmangu pada Rabu (8/3), ratusan warga berkerumun hanya untuk menyaksikan pagelaran Pathol berlangsung. sementara pesertanya berasal dari berbagai desa di Kecamatan paling timur Kabupaten Rembang itu.
Kepala Desa Karangmangu, Jumali menyampaikan bahwa Pathol sarang merupakan bagian dari olahraga tradisional. Untuk melestarikannya, setiap tahun Pathol Sarang selalu digelar saat momentum sedekah laut seperti yang digelar sekarang ini.
“Dari Desa maupun Kecamatan selalu menyelenggarakan dengan marak seperti saat ini,” imbuhnya.
Ia mengatakan, para jawara berasal dari berbagai desa di Sarang, bahkan ada yang dari luar Kecamatan hingga Kabupaten sebelah. Dalam kesenian Pathol itu, mereka saling adu kekuatan dan menjatuhkan satu sama lain di atas arena berukuran 10 x 10 meter yang beralaskan pasir.
“Alhamdulillah untuk yang sudah berjalan ini ada yang dari Jombang Jawa Timur, ada yang dari Pati Jawa Tengah, ada yang dari Tuban. Intinya sejak dari dulu itu semua yang ada di daerah pesisir, maupun yang dari jauh hingga yang dekat, semua tahu dan ingin menikmatinya,” bebernya.
Jumali pun mengaku, selama ini pihak Desa selalu menganggarkan gelaran tradisi Pathol Sarang setiap tahunnya.
“Pemerintah Desa Karangmangu setiap tahun menganggarkan untuk warisan budaya ini agar terus dilestarikan,” imbuhnya.
Ketua Pathol Sarang, Yanto menjelaskan bahwa Pathol Sarang dahulunya digunakan untuk mencari prajurit pada zaman kerajaan Majapahit. Mengingat Rembang juga terkenal sebagai daerah pesisir, sehingga mayoritas peserta pathol diikuti oleh para nelayan.
“Pathol itu untuk mencari prajurit, lalu lama kelamaan, saat penjajahan itu digunakan untuk adu domba. Dari daerah satu dengan daerah lain dijadikan satu untuk diadu. Kemudian pada saat merdeka, itu digunakan untuk ajang perjudian,” terangnya.
Sementara itu, salah satu peserta Pathol Sarang, Khoirul Amin mengaku sudah sejak kecil mengikuti pertandingan tersebut. Sebab, pertandingan Pathol Sarang tidak hanya dimainkan oleh orang dewasa saja, namun juga untuk anak-anak.
“Ini untuk menjalankan tradisi turun temurun sejak zaman nenek moyang kita sudah ada Pathol. Jadi jangan sampai kita memusnahkan lah istilahnya,” tandasnya. (Lingkar Network | R Teguh Wibowo – Harianmuria.com)