PEKALONGAN, Harianmuria.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan menetapkan status darurat sampah menyusul penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Degayu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 20 Maret 2025.
Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid menetapkan masa darurat ini selama enam bulan, dari 21 Maret hingga 21 September 2025, melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 600.4.15/0556 Tahun 2025.
Penutupan ini berdampak signifikan, mengingat TPA Degayu selama ini menampung sekitar 120-130 ton sampah per hari. Wali Kota yang akrab disapa Mas Aaf mengakui, kebijakan KLHK menutup 343 TPA open dumping di Indonesia, termasuk 40 yang ditutup lebih awal, mengejutkan banyak pihak, termasuk Pemkot dan masyarakat.
“Dengan penutupan ini, kita harus mengubah pola pikir dan cara mengelola sampah. Kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengelola sampah dari rumah menjadi sangat penting,” ujar Mas Aaf dalam jumpa pers di Ruang Terang Bulan, Jumat (21/3/2025).
Sebagai langkah darurat, Pemkot akan mengalokasikan dana bencana untuk pengadaan insinerator, yaitu alat pembakaran sampah atau limbah padat untuk mengurangi volume dan massanya.
Insinerator itu akan ditempatkan di 23 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). Selain itu, pasar dan perkantoran di Pekalongan diwajibkan memiliki sistem pengelolaan sampah sendiri.
“Kami bahkan mempertimbangkan menunda peresmian Pasar Banjarsari agar infrastruktur pengelolaan sampah bisa lebih dulu disiapkan,” tambahnya.
Wakil Wali Kota Pekalongan Balgis Diab menambahkan, Pemkot telah menyusun pedoman operasional bagi masyarakat dalam menghadapi masa darurat sampah.
Lima langkah utama yang diterapkan mencakup sosialisasi dan edukasi tentang pengelolaan sampah, percepatan penyediaan sarana prasarana (sarpras) pengelolaan sampah berbasis masyarakat, alokasi anggaran khusus untuk penguatan sarpras pengelolaan sampah non-TPA.
Kemudian pembentukan Satgas Pengelolaan Sampah dengan melibatkan Forkopimda, dan pembentukan lembaga swadaya pengelolaan sampah di tingkat masyarakat.
“Kami mengajak masyarakat memilah sampah organik dan anorganik serta mengelolanya secara mandiri,” ujar Balgis.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pekalongan Sri Budi Santoso mengungkapkan, kondisi overload di TPA Degayu telah lama disadari pemerintah pusat dan provinsi. Pada 2012, telah direncanakan pembangunan TPA regional di wilayah Pekalongan, tetapi terkendala penolakan warga dan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Ia menegaskan, solusi utama dalam jangka pendek adalah memaksimalkan TPS3R, TPST, dan bank sampah yang selama ini hanya mampu menangani 20 persen dari total produksi sampah harian.
Dengan adanya tambahan insinerator, lanjut Budi, maka pengelolaan sekitar 120-130 ton sampah akan dibagi ke 23 TPS3R tersebut.
Selain itu, Pemkot juga memikirkan dampak sosial dari penutupan TPA terhadap pemulung. Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekalongan Nur Priyantomo, pihaknya akan mengupayakan solusi agar pemulung tetap mendapatkan penghasilan, termasuk dengan menggandeng perusahaan untuk menyerap tenaga kerja dari sektor pengelolaan sampah.
“Kami juga telah menyurati kepala OPD (Organisasi Perangkat daerah) untuk merealokasikan anggaran infrastruktur guna mendukung pengelolaan sampah. Dalam waktu dekat, Pemkot Pekalongan berencana bertemu KLH dan DPR RI guna membahas solusi jangka panjang permasalahan sampah di Kota Pekalongan,” ungkapnya.
(FAHRI AKBAR – Harianmuria.com)