PATI, Harianmuria.com – Kewajiban umat Muslim setelah selesai puasa Ramadhan adalah membayar zakat fitrah. Kewajiban ini dimulai sejak terbenamnya matahari sore Idul Fitri sampai sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied.
Dasar syariat zakat fitrah sendiri salah satunya hadits Rasulullah saw berikut:
“Rasulullah saw mewajibkan zakat fitri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, baik atas budak, merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil, maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin.” (HR Bukhari dan Muslim)
Pada dasarnya, sesuatu yang dikeluarkan untuk zakaf fitrah adalah makanan pokok dengan bobot satu sha’ atau jika di Indonesia berupa beras setara ukuran 2,7 kg atau 3,0 liter.
Hal ini mengikuti pendapat Imam asy-Syafi’i. Pendapat ini juga merupakan didukung mayoritas ulama, dan masih sangat banyak diikuti oleh masyarakat umum. Ini juga terkait Keputusan Muktamar ke-4 NU tahun 1929 yang tidak membolehkan zakat penghasilan tanah dengan uang, termasuk zakat fitrah.
Berikut adalah beberapa rekomendasi dari LBM PBNU dalam keputusan tersebut:
1. Yang terbaik dalam menunaikan zakat fitrah adalah pembayaran dengan beras. Adapun satu sha’ versi Imam an-Nawawi adalah bobot seberat 2,7 kg atau 3,5 liter. Sedangkan ulama lain mengatakan, satu sha’ seberat 2,5 kg.
2. Masyarakat diperbolehkan pula membayar zakat fitrah dengan menggunakan uang sesuai harga beras 2,7 kg atau 3,5 liter atau 2,5 kg sesuai kualitas beras layak konsumsi oleh masyarakat setempat.
3. Segenap panitia zakat yang ada di masyarakat baik di mushalla maupun di masjid dianjurkan untuk berkoordinasi dengan LAZISNU terdekat. ( NU Online I Harianmuria.com )