BLORA, Harianmuria.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora menilai pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) Migas selama ini belum mencerminkan keadilan. Pasalnya, alokasi DBH Migas tersebut masih dibagi rata kepada tujuh kabupaten yang berbatasan langsung dengan Bojonegoro, tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang dialami masing-masing daerah.
Permasalahan tersebut telah disampaikan Pemkab Blora dalam pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas RI). Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari audiensi sebelumnya yang dilakukan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Selama ini, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), disebutkan bahwa 3 persen DBH untuk daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil dibagi secara rata. Ini yang kami anggap kurang adil,” kata Kepala Bagian Perekonomian Setda Blora, Pujiariyanto, Selasa, 24 Juni 2025.
Perjuangan Blora untuk mendapatkan porsi DBH yang lebih proporsional didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2023, khususnya Pasal 12, yang menyebutkan bahwa pembagian DBH bagi daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah penghasil dapat dilakukan secara proporsional berdasarkan eksternalitas negatif yang ditimbulkan.
“Kami ajukan tiga indikator eksternalitas negatif sebagai pertimbangan: jarak ke mulut sumur, penurunan air tanah, dan polusi dari aktivitas industri migas,” lanjut Puji.
- Jarak ke Mulut Sumur
Jarak dari mulut sumur di wilayah Bojonegoro ke perbatasan Kabupaten Blora hanya 9,60 kilometer, sedangkan ke permukiman di Blora sekitar 10,36 kilometer. Ini menjadikan Blora sebagai salah satu daerah paling dekat yang terdampak langsung. - Penurunan Air Tanah
Dalam 20 tahun terakhir, wilayah Blora mengalami penurunan muka air tanah yang signifikan, bahkan hingga 30 meter. Data ini diperkuat oleh survei terhadap 53 responden, bahwa mereka harus menambah pipa sumur setiap tahun demi mendapatkan air. - Polusi Industri Migas
Aktivitas industri minyak menimbulkan pencemaran yang berdampak langsung pada lingkungan dan kesehatan masyarakat di wilayah Blora.
“Ketiga indikator tersebut menunjukkan bahwa Blora sangat terdampak oleh aktivitas migas. Karena itu, pembagian DBH seharusnya mempertimbangkan faktor-faktor ini,” tegas Pujiariyanto.
Sebagai informasi, terdapat tujuh kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bojonegoro, yakni Blora, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Jombang, Lamongan, dan Tuban. Dari ketujuh daerah tersebut, Kabupaten Blora merupakan satu-satunya yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, sementara enam lainnya berada di Provinsi Jawa Timur.
(EKO WICAKSONO – Harianmuria.com)