PATI, Harianmuria.com – Peluncuran metaverse atau Augmented Reality (AR) di masyarakat saat ini tengah menarik perhatian jagat maya. Semua kalangan penasaran ingin menjajal inovasi ini, tidak terkecuali dunia haji.
Saat pandemi Covid-19 dua tahun belakang, pemerintah Arab Saudi mencoba mengenalkan sebuah terobosan yang disebut sebagai Haji Metavers. Meski masih dalam tahap uji coba, tapi haji metaverse sudah mengundang banyak argumen dari banyak kalangan terutama para pemuka agama Islam.
Sebagaimana diketahui, haji metaverse sendiri memungkinkan manusia yang secara normal melakukan aktivitas secara nyata di rubah menjadi avatar 3D. Avatar inilah yang digunakan sebagai representasi sesuatu, contohnya Baitullah. Sehingga siapapun dapat melakukan suatu kegiatan secara virtual dengan melibatkan seluruh anggota badan.
Mengetahui hal itu, Harianmuria.com mencoba menggali pemahaman keberadaan haji metaverse ini dengan meminta tanggapan kepada sejumlah tokoh keagamaan di Kabupaten Pati. Dalam hal ini, terpilihlah Kepala Seksi (Kasi) Pelaksanaan Haji dan Umroh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Pati Abdul Hamid.
Abdul Hamid saat diwawancarai mengaku tidak setuju jika pelaksanaan ibadah haji ke tanah suci diganti dengan haji metaverse yang pelaksanaannya dilakukan secara virtual.
“Regulasi dari pemerintah tidak ada yang namanya haji metaverse. Haji ya haji. Jadi haji metaverse itu hanya istilah terminologi yang muncul belakangan ini, yang kebetulan sekarang ini adalah dunia digital yang pada akhirnya muncul kemudian disebut haji metaverse,” ungkap Abdul Hamid, Kamis (29/9).
Ia juga menyatakan bahwa haji semacam ini tidak sesuai dengan hukum dan syariat Islam. Meski inovasi ini terkesan sangat modern, tapi ibadah tetap harus dilaksanakan di tempat yang sesungguhnya.
“Secara syar’i tidak diperkenankan dan secara regulasi juga tidak mengatur. Itu hanya inovasi orang-orang yang ahli teknologi saja untuk mempermudah orang melihat Masjid Nabawi, Masjidil Haram, seolah-olah berada di sana. Padahal itu hanya ilusi atau gambar saja,” imbuhnya.
Mengingat wacana haji metaverse masih berupa uji coba, Abdul Hamid menegaskan bahwa hingga kini inovasi tersebut belum pernah sampai ke Indonesia.
“Prakteknya di Indonesia belum ada yang memanfaatkan itu, seperti yang diberitakan. Untuk hari ini belum ada yang menggunakan cara-cara seperti itu (haji metavers),” lanjutnya.
Manasik Haji
Abdul Hamid mengira, terobosan haji metaverse ini merupakan bentuk kerinduan umat muslim akan rumah Allah selama kebijakan penutupan Makkah kala itu.
“Untuk hukum nya sendiri, kalau hanya sekedar upaya untuk semakin orang rindu ke Baitullah, senang kepada Rasulullah, tentu itu boleh-boleh saja tidak ada persoalan yang terkait dengan itu. Yang menjadi persoalan kemudian adalah ketika itu dianggap sebagai sebuah kegiatan Ibadah yang benar-benar seperti Ibadah sungguhan itu yang salah,” tutupnya.
Namun tidak menampik kemungkinan apabila haji metaverse ini dipergunakan sebagai latihan atau manasik, Abdul Hamid menilai hal tersebut masih wajar dan sah-sah saja. Asalkan haji metaverse tidak dijadikan pengganti dari ibadah haji yang sesungguhnya.
“Mengenai manasik haji itu seperti orang menghadiri majelis taklim. Silahkan saja. Kalau manasik haji memakai model seperti itu malah bagus, karena itu lebih mendekatkan pemahaman orang terhadap sesuatu yang real, meski itu hanya ilusi atau virtual saja itu malah memberikan kemudahan untuk memahami. Untuk pembinaan, bimbingan manasik justru itu cara yang bagus, tapi kalau untuk bimbingan haji sungguhan itu tidak sah dan tidak diperbolehkan,” jelasnya.
Teknologi semacam ini tentu saja memerlukan biaya yang cukup mahal. Tapi di sisi lain, hal semacam ini dinilai mampu membuat seluruh elemen masyarakat yang tidak mempunyai cukup uang atau keterbatasan usia dapat ikut melihat Ka’bah atau rumah Allah meski secara virtual.
Jika memang ke depannya haji metaverse akan diadakan di Indonesia, ia menilai ini adalah suatu hal yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.
“Yang mana cara tersebut malah lebih efisien untuk bimbingan manasik haji. Bukan untuk ibadah hajinya. Karena bakal lebih memahamkan calon jemaah haji,” tandasnya. (Lingkar Network | Arif Febriyanto – Harianmuria.com)