Pemerintah dan Muhammadiyah Sering Beda Penentuan Awal Syawal, Ini Sebabnya

Rukyatul hilal. (Antara/Harianmuria.com)

Rukyatul hilal. (Antara/Harianmuria.com)

Harianmuria.com – Perbedaan penentuan awal Syawal sering dialami oleh pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan ormas besar Islam di Indonesia, Muhammadiyah.

Seperti 2023 ini, pemerintah dengan organisasi Islam Muhammadiyah kembali menetapkan awal pelaksanaan puasa dan lebaran.

Perbedaan penentuan awal bulan komariah antara Muhammadiyah dengan pemerintah dikarenakan perbedaan metode yang digunakan.

Sama halnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU), pemerintah menggunakan metode rukyat atau pengamatan hilal secara langsung, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau perhitungan.

Menurut Penghulu Kecamatan Kuta Malaka Aceh, Muhammad Nasri perbedaan tersebut disinyalir karena adanya perbedaan dalam memahami nash (dalil) dan metode pengambilan hikumnya (istinbath).

“Ada ormas yang mengaplikasikan secara independen metodologi hisab (wujudul hilal). Secara hisab, posisi hilal di wilayah Indonesia berada pada ketinggian antara 1 sampai 2 derajat. Artinya, hilal sudah di atas ufuk,” tulisanya mengutip dari Kemenag.go.id.

Di sisi lain, pemerintah yang juga melakukan perhitungan secara astronomis (hisab), namun tetap menunggu keputusan setelah diadakannya hasil pemantauan hilal.

“Sesuai fatwa MUI No 2 tahun 2004, pemerintah menggunakan keduanya, hisab dan rukyatul hilal. Hasil perhitungan hisab digunakan sebagai informasi awal, dan selanjutnya dikonfirmasi melalui mekanisme rukyat,” lanjutnya.

Setelah diketahui hasil hisab dan rukyat, selanjutnya pemerintah akan membahasnya bersama dengan ormas Islam, duta besar negara sahabat, dan pakar dalam sidang isbat. Sebagai penengah adanya perbedaan penentuan awal penanggalan komariah oleh dua ormas tersebut, pemerintah menengahinya dengan penggunaan metode imkaan al-ru’yah.

Meski Muhammadiyah seringkali memiliki pandangan berbeda dnegan keputusan pemerintah, namun bukan berarti perhitungannya salah. Melainkan untuk menghilangkan kebingungan masyarakat, pemerintah memberikan solusi dan jalan tengah.

“Perbedaan pendapat dalam hal penentuan awal Ramadhan memang tidak dilarang, dan juga tidak mutlak harus taat kepada keputusan pemerintah. Namun untuk prinsip kemaslahatan publik (al-maslahah al-‘âmmah) sudah seharusnya menjadi perhatian dan bersedia menghilangkan sikap ego kelompok masing-masing,” imbuhnya. (Lingkar Network | Harianmuria.com)

Exit mobile version