PATI, Harianmuria.com – Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) merupakan data yang di dalamnya meliputi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial (PBPS), serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
DTKS memuat 40% penduduk yang mempunyai status kesejahteraan sosial terendah sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial (Dinsos) Tri Haryumi, mekanisme untuk bisa bisa terdaftar dalam DTKS dimulai dari pendataan pemerintah desa terlebih dulu.
“Masyarakat membawa fotocopy Kartu Keluarga (KK) dan E-KTP ke kantor desa atau kelurahan setempat. Lalu desa nanti yang melakukan musyawarah desa (Musdes) terkait layak atau tidak layak dapat bansos. Setelahnya dimasukkan dalam aplikasi sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) dan link Dinas Sosial (Dinsos) di Kementerian Sosial (Kemensos),” paparnya.
Ia menambahkan, mekanisme tersebut sebelumnya disahkan oleh Bupati. Akan tetapi, sekarang bisa disahkan di Kepala Dinas Sosial dan ditetapkan oleh Kemensos.
“Setelah itu baru data turun lagi dan dapat bantuan, sesuai penilaian Pusat Data dan Informasi (Pusdatin),” imbuhnya.
Ditanya perihal honor bagi petugas pendataan, Tri Haryumi mengungkapkan saat ini kesejahteraan petugas yang bertindak sebagai pengolah data (SIKS-NG) belum terjamin.
“Untuk yang operator data di desa atau yang lain sudah ada honornya semua. Cuma yang (SIKS-NG) yang belum,” ungkapnya.
Terkait kewenangan untuk verifikasi dan validasi (verval) ulang data DTKS, ia menyatakan saat ini kewenangan dari pemerintah desa masing-masing.
“Untuk verval sekarang ini kewenangan desa. Karena alokasi anggaran di Dinsos tidak ada. Dari pihak Dinsos hanya mengawal terkait regulasinya dan pendampingan Sumber Daya Manusia (SDM) nya saja,” pungkasnya. (Lingkar Network l Sifa – Harianmuria.com)